Selasa, 06 Oktober 2009

HASIL LAPORAN DISKUSI KELOMPOK TENTANG PENGAMATAN BUKU AJAR

Inilah hasil pengamatan sebagian kelompok tentang buku ajar.

Kelompok 1:

A. Nama Anggota Kelompok :
- Farah Ulfa RIadina (207211405873),
- Kingkin puput Kinanti (207211405874),
- Prima Vidya (207211407881),
- Caulina DIke (207211407890)
B. Offering D/Kelas AA

Hasil Pengamatan:

A. PENYAJIAN ISI
1. Keilmuan- Tidak ditampilkan Kompetensi Dasar secara jelas dan terinci
- Isi materi kurang detail
- Tidak ada kesinambungan antara materi dan Kompetensi dasar
- Tidak ada penerapan aspek afektif

2. Kesesuaian dengan sasaran- Penyampaian Materi terhadap siswa telah komunikatif dengan penggunaan ‘kalian’ dan ‘kamu’
- Diksi dan bahasa telah sesuai dengan pemahaman siswa SMP

3. Penyajian PBM- Langkah-langkah kegiatan pembelajaran terbalik pada beberapa bagian tertentu, seharusnya dimulai dari sajian yang mudah, sedang, kemudian sulit. Misalnya pada tata letak ‘Tugas!’ dan ‘Latihan Soal’ yang terbalik dalam penyajiannya. Seharusnya penulisan ‘Latihan Soal’ terlebih dahulu kemudian lembar ‘Tugas!’
- Penyajian gambar kurang sesuai dengan tema yang akan dibahas
Isi dalam buku yang komunikatif memungkinkan siswa untuk belajar sendiri di rumah walaupun tanpa kehadiran guru.

B. FORMAT PENYAJIAN
1. Halaman sampul depan (cover)
- Warna yang dipilih untuk dijadikan sampul depan kurang menarik minat pembaca dan terkesan homogen satu warna
- Design grafis yang dipilih kurang sesuai untuk cover halaman depan dan terkesan apa adanya
- Pemilihan model huruf dan ukuran pun tidak menarik, termasuk tata letaknya yang tidak prororsional
- Judul yang dikemukakan kurang memiliki ‘daya jual’. Walaupun tidak jelek, namun judul ‘Berbahasa Satu, Bahasa Indonesia’ masih terkesan datar dan biasa saja
- Secara keseluruhan, buku ajar tersebut terlihat seperti sebuah makalah kumpulan karya siswa.

2. Tata letak
- Buku ajar tersebut terdiri atas:
• Tema
• Kompetensi Dasar
• Gambar
• Kata-kata Mutiara
• Subtema (awal, inti, akhir)
- Subtema awal terdiri dari materi dan isi, subtema inti terdiri dari kegiatan-kegiatan siswa untuk mencapai indicator, sedangkan subtema akhir berupa latihan dan tugas.
- Secara keseluruhan tata letak gambar dan tulisan masih kurang tepat. Pengaturan margin kanan-kiri masih terkesan asal jadi.

3. Huruf (Font)
- Jenis huruf (termasuk ukuran ‘size’ huruf) telah variatif walaupun masih ada penggunaan font yang kurang tepat, contohnya indicator.
- Kesalahan fatal penulis adalah tidak melampirkan halaman buku, karena yang terjadi kemudian halaman buku di tulis manual tanpa diketik
- Pengunaan bullet sebaiknya diganti numbering sehingga tidak menyulitkan guru untuk menjelaskan poin-poin yang terdapat dalam buku ajar
- Penulisan sumber materi pada puisi kurang tepat. Tidak ada jarak antara Materi dan sumber materi
- Penggunaan huruf capital pun tidak sesuai dengan fungsi yang seharusnya, sehingga dirasa kurang tepat.

PERTANYAAN DARI KELOMPOK LAIN
1. Bagaimanakan buku ajar yang baik dan tidak baik? Apakah buku ajar yang kelompok anda telaah termasuk kategori baik? (Lia Dekrit)
2. Bagaimanakan cara memasukkan aspek afektif dalam suatu buku ajar? (Nurul Devianti)

JAWABAN KELOMPOK
1. Buku ajar yang baik adalah yang mampu memuat tiga ranah kgnitif, afektif, dan psikomotorik. Secara keseluruhan pokok-pokok bahasan dalam buku ajar yang kami analisis telah cukup baik walaupun kurang mendetail. Bagaimanapun tak ada buku ajar yang sempurna dan mampu dijadikan pedoman seutuhnya bagi siswa, karena sebagai fasilitator guru pun masih memiliki peranan yang sangat penting.
2. Menyertakan tiga ranah tersebut adalah pilihan yang tepat. Namun kenyataannya kerap kali sulit untuk menyertakan semua aspek dalam buku ajar. Aspek afektif termasuk aspek yang jarang sekali ditemui dalam buku ajar walaupun memang ada buku ajar yang menyertakannya. Sehingga dapat disimpulkan bahwa penerapan tiga ranah tersebut sebaiknya disesuaikan dengan pokok bahasan yang akan disajikan. Apabila ranah afektif tidak dapat disertakan, maka dua ranah lainnya dapat dimaksimalkan oleh pendidik.


Kelompok 2:

3. NAMA ANGGOTA :
A. Nama Angota Kelompok:
- Anindita Sastavianti (207211408999)
- Ayu Suci Iryantati (207211408983)
- Erlina Yuanita (207211408978)
- Irma Tri W. (207211411740)
- Rian Kusumas Tuti (207211411745)
B. Offering D/Kelas BB
C. Judul Buku:Muzai Bahasa dan Sastra Indonesia untuk SMA XII BAB I (oleh tim limba kata)

Hasil Pengamatan

Buku yang disusun oleh tim Rimba kata ini memiliki kelebihan dan kekurangan. Baik dari segi isi maupun formatnya.
Kelebihan :
1. Materi dalam buku ini telah sesuai dengan bidang keilmuan yang diajarkan. Bidang keilmuan tersebut meliputi kemampuan berbahasa dan bersastra disetiap BAB disertai fokus pembelajaran yang berfungsi sebagai ruang lingkup materi guna memudahkan guru dan siswa dalam PBM.
2. Penyajian meteri disusun sesuai dengan fokus pembelajaran yang menjadi rambu-rambu untuk mencapai kompetensi dasar siswa kelas XII.
3. Format dibuat berdasarkan model sajian buku yang didalamnya diurut dari tujuan pembelajaran, uji kompetensi siswa, tokoh masyarakat yang memuat biografi singkat tentang pengarang serta yang terakhir terdapat lembar asah otak berupa teka teki silang.
4. Font yang digunakan, menggunakan times new roman bagi teks utama dan comic sans bagi perintah pengerjaan soal. Sedangkan font arial dan mostilus digunakan pada halaman awal tiap pergantian BAB.
5. Penyampaian dalam PBM telah sesuai dengan indikator yang akan dicapai. Indikator menunjukkan cara pencapaian standar kompetensi. Pencapaian tersebut diukur melalui evaluasi dalam tiap kegiatan inti.

Kekurangan:
1. Font huruf pada bagian penjelasan dan perintah pengerjaan tugas, harusnya tidak menggunakan font comic sans, sebab bentuk huruf yang ideal adalah huruf yang tidak membuat pembaca cepat lelah. Yang cocok digunakan adalah font times new roman.
2. Penggunaan tiga warna yang selalu ada dalam tiap bab akan membuat pembaca cepat bosan untuk membaca.

Kelompok 3

A. Nama Anggota Kelompok:
- Anik Purwanti (207211411747)
- Dina Kusuma W. (207211408987)
- Intan Anggar P. (207211408986)
- Tiwuk Shintia D.(207211411750)
- Endriana Rahma W. (207211408988)
B. Offering D/Kelas BB
C. Judul Buku yang diamati:Berbahasa Satu Bahasa Indonesia untuk SMP/MTS kelas IX (Oleh Tim Mimosa Pudica)

Hasil Pengamatan

1. Isi

Isi yang ditelaah dalam buku “Berbahasa Satu Bahasa Indonesia” kelas IX semester 2 ini adalah materi, sajian materi, keterkaitan antara bagian satu dengan yang lain (bagian dalam silabus), dan kesesuain Proses Belajar Mengajar (PBM) dengan sistem pembelajaran. Berikut adalah uraiannya:

a. Materi (apakah materi sesuai dengan keilmuan atau tidak?
Materi yang disajikan sudah sesuai dengan keilmuan. Pada awalnya, cara penyampaian buku ajar ini kurang membuat siswa berpikir kreatif. Untuk itu, sebaiknya siswa diminta menganalisis terlebih dahulu, baru kemudian mendapatkan materi agar siswa dapat memahami materi tentang menyunting karangan dengan mudah.

b. Sajian Materi (apakah sudah tepat pada sasaran?)
Sajian materi yang ada pada buku ajar ini kurang sesuai untuk siswa SMP kelas IX, karena sajian materi terlalu sedikit dan bobot soalnya terlalu mudah untuk siswa kelas IX SMP.

c. Keterkaitan/Hubungan Antar Teori, KD, Indikator, Materi Ajar, Evaluasi, dan sebagainya (apakah sudah linear atau belum?)
Kurang sinkron atau kurang sesuai karena KD tidak dipaparkan di dalam bab itu.

d. Proses Belajar Mengajar (apakah sudah sesuai dengan sistem pembelajaran?)
Pada PBM-nya tidak ada kegiatan penutup. Tapi kegiatan dan kegiatan intinya sudah sesuai dengan pembelajaran.

2. Format

Format yang dibahas pada buku ajar Berbahasa Satu Bahasa Indonesia untuk siswa kelas IX SMP antara lain: huruf/font, menarik atau tidak, cover, dan bentuk. Berikut adalah uraiannya:

a. Huruf/Font
Tidak sesuai untuk jenjang SMP kelas IX, karena terdapat huruf yang terlalu besar seperti materi ajar pada jenjang SD.

b. Menarik atau tidak
Kurang menarik, karena tidak pada bagian penting, tidak diberikan sesuatu yang menarik yang mudah diingat, misalnya, background warna atau diberi kotak pada bagian yang menarik.

c. Cover
Kurang menarik, karena covernya bukan seperti buku ajar bahasa Indonesia , warna covernya juga kurang menarik, padu padannya kurang pas.

d. Bentuk
Tidak seperti buku ajar, seperti makalah. Nomer halaman tidak diketik. Pada bab 5, SK dan KD tidak cukup jelas, (tidak tertera dengan jelas) yang ada hanya indicator. Foto sudah sesuai dengan bab yang dibicarakan (Masalah dan Kehidupan Sosial)

Kelompok 4

A. Nama Anggota Kelompok:
1. Elyanoor Oktaviana
2. Lia Dekryt V. P
3. Nurul Devianti
4. Resi Dian D.

B. Judul buku yang diamati: Terampil Berbahasa dan Sastra Indonesia SMP Kelas VII

Hasil Pengamatan:

Buku ajar berjudul “Terampil Berbahasa dan Sastra Indonesia SMP Kelas VII” adalah buku teks (text book) yang disusun sedemikian rupa yang berisi uraian materi pelajaran Bahasa Indonesia untuk siswa SMP kelas VII. Dalam penyusunannya, buku ajar ini tentu meiliki kekurangan dan kelebihan. Berikut pemaparannya dilihat dari beberapa sisi.
1. Penyajian isi buku
a. Keilmuan
Jika dilihat dari ilmunya, dalam hal ini adalah ilmu pelajaran Bahasa Indonesia, buku ajar sudah menyampaikan materi pelajaran Bahasa Indonesia. Kita tahu pelajaran Bahasa Indonesia juga tidak dapat terlepas dari Standar Kompetensi (SK) dan Kompetensi Dasar (KD) yang telah disusun dalam kurikulum untuk memperoleh tujuan tertentu. Namun, nampaknya terjadi ketidaksesuaian antara KD dengan materi yang uraikan. Sebagai contoh pada bagian pertama buku ajar ini. Disebutkan pada pelajaran 1, KD ‘menulis buku harian atau pengalaman pribadi’, tetapi ada beberapa uraian yang kurang sesuai. Selain itu, buku ajar tersebut tidak memberikan pengantar materi yang akan ditampilkan. Tanpa pengantar, siswa akan kebingungan. Meskipun demikian, buku ajar ini memberikan contoh-contoh sesuai dengan materi yang sekiranya menutupi kekurangannya tersebut

b. Komunikasi
Dalam hal ini penyusun/penulis kurang menggunakan bahasa yang komunikatif. Penyusun kurang melibatkan pembaca, dalam hal ini adalah siswa kelas SMP. Alangkah lebih baiknya jika penulis/penyusun seolah mengajak pembaca dengan menggunakan kata-kata sapaan seperti “Nah, Kalian sekarang tahu…” atau “Apakah Kamu pernah…”. Bahasa yang digunakan oleh penulis terlalu kaku. Memang harus baku dan resmi, tetapi tidak harus kaku yang akan membuat siswa jenuh.

c. Prinsip Proses Belajar Mengajar (PBM)
Dalam menyususn buku ajar, penulis/penyusun harus meleburkan diri seolah menjadi sasaran buku. Jika buku tersebut ditujukan untuk siswa SMP, maka penulis menganggap dirinya seolah-olah siswa SMP. Terkait dengan hal tersebut, prinsip PBM yang pernah dialami atau dibayangkan oleh penulis akan memberikan penyajian yang sistematis dan runtut. Dalam menyampaikan satu kompetensi, penulis membagi prosesnya menjadi beberapa kegiatan yakni kegiatan awal, inti dan penutup. Setelah kegiatan penutup, diadakan evaluasi, baru dimulai kompetensi selanutnya.

2. Format Penyajian/Penampilan buku
a. Warna
Warna dapat menarik minat pembaca untuk membaca buku, atau setidaknya untuk memegang. Warna sampul kurang menarik. Dengan warna hijau yang pucat, serta gambar sampul tampak seperti buku sains bukan buku pelajaran Bahasa Indonesia.

b. Font dan gaya penulisan
Ukuran font/huruf dalam buku ajar tersebut terlalu kecil dan jarak spasinya terlalu rapat. Hal ini akan mempersulit pembaca untuk m enikmati isi uraian materi, apalagi jika pembacanya adalah orang yang memiliki gangguan pada penglihatannya.

c. Penggabungan Kompetensi
Dalam buku ajar tersebut, terjadi penggabungan beberapa kompetensi dalam satu bab. Hal ini akan menyebabkan kerancuan Kompetensi Dasar (KD) sehingga, tujuan pembelajaran juga tidak diketahui dengan jelas. Selain itu, penulis tidak menyebutkan tujuan pembelajaran. Selain itu, penulis banyak menyebutkan kata-kata yang bukan merupakan bagian dari materi yang disampaikan, sehingga terkesan banyak basa-basi.

Demikian pemaparan kelebihan dan kekurangan buku ajar dengan judul “Terampil Berbahasa dan Sastra Indonesia SMP Kelas VII”. Namun, secara umum buku tersebut baik walaupun ada kekurangan,yang dilihat dari isi dan format penampilan.

Kelompok 5

A. Nama anggota kelompok (Off. A):
1. Farida Yufarlina Rosita
2. Nila Maulana (NIM 107211402887)
3. Peni Puspitasari
4. Riko Setiyoko (NIM 107211407096)
5. Yusinta Memoriani (NIM 197211401878)

B. Offering/Kelas A

Hasil Pengamatan

B. Analisis isi buku ajar:
1. Keilmuan
Pada buku ajar materi bab I sudah mencukupi empat keterampilan berbahasa meliputi menyimak, berbicara, membaca, dan menulis. Keterampilan yang ada juga sudah seimbang antara keterampilan berbahasa dan sastra seperti mengapresiasi puisi dan membaca cerpen.

2. Sajian
Untuk cover atau sampul masih terlalu sederhana bagi siswa SMA. Selain itu terdapat gambar atau ilustrasi yang disajikan kurang cocok dengan materi pelajaran yang akan dipelajari. Untuk warna sub judul kurang mencolok, sehingga memiliki kecenderungan untuk tidak diperhatikan karena kurang menarik. Warna dalam buku monoton, kurang variasi dan tidak ada kombinasi warna.
Sedangkan ukuran huruf dalam buku pada bagian depan dan belakang buku terdapat ketidaksamaan. Itu membuat buku kurang menarik untuk dilihat dan dibaca lebih lanjut.

3. Keterbacaan
Untuk isi buku yang berkaitan dengan materi mudah dipahami karena sudah dilengkapi dengan konsep, ilustrasi, dan contoh.. Dalam buku terdapat pula evaluasi materi yang disajikan dalam bentuk soal-soal dan tugas-tugas. Namun, masih terdapat beberapa kesalahan ketik dan ejaan. Tentu hal tersebut harus diminimalkan, karena buku ajar ini berkaitan dengan pengajaran tata bahasa bahasa Indonesia.

C. Analisis bentuk buku ajar:
1. Tata letak

Untuk tata letak yang ada pada buku ajar ini, terdapat pemenggalan kalimat yang kurang tepat. Untuk sub judul dan penjelasan materi yang telah disajikan kurang proporsional. Selain itu, tata letak pada tiap halaman pada tiap halaman kurang sesuai dengan kebutuhan untuk membuat siswa senang mempelajarinya.

2. Grafis
Untuk desain grafis dalam buku ajar tersebut, kurang adanya perpaduan warna yang tepat. Juga gambar-gambar yang disajikan kurang menarik, ukurannya kecil dan terletak pada sisi / sudut pandang yang kurang tepat.

3. Ilustrasi
Ada ilustrasi yang kurang tepat. Ilustrasi yang disajikan kurang adanya keterkaitan dengan materi pembelajaran. Misalnya saja pada pelajaran ke-8 terdapat kalimat “lingkungan adalah cermin dari perilaku masyarakatnya”; “sebeapa bersihkah lingkunganmu?”. Gambar yang terdapat pada halaman tersebut adalah gambar hutan. Sebenarnya akan lebih tepat jika gambar yang digunakan adalah gundukan sampah yang menyumbati selokan dan sejenisnya yang berkaitan dengan lingkungan sekitar. Ada pula beberapa ilustrasi, ukuran huruf yang terlalu kecil. Hal ini membuat siswa tidak tertarik untuk membacanya.

Kelompok 5


A.Nama Anggota kelompok:
1. Dian Erika Rachmawati(107211410508)
2. Fitri Nur Wijayanti(107211410506)
3. Nova Kristian(107211410504)
4. Sriwijayanti(107211410503)

B. Kelas/Off: B/ B

C. JUDUL BUKU: “SEMESTA BAHASA DAN SASTRA INDONESIA”

Hasil Pengamatan:
1. Isi/ materi pelajaran
a. Kelebihan (+)
- Kosakata, struktur kalimat, panjang paragraf, dan tingkat kemenarikan sesuai dengan minat dan kognisi siswa
- Rujukan yang digunakan dicantumkan sumbernya, tetapi bila dicermati lebih lanjut masih terdapat bacaan yang tidak tercantum sumbernya
- Pada setiap bab pelajaran selalu ada tiga kegiatan yaitu kegiatan awal, inti, dan lanjutan. Pada kegiatan awal siswa diberi tugas sebagai bahan pretest untuk memasuki kegiatan inti yang merupakan target pembelajaran pada setiap pelajaran dan pada setiap keterampilan berbahasa. Bagian lanjutan sebagai pengayaan dan pemantapan siswa terhadap inti pelajaran pada setiap keterampilan berbahasa
- Tercantum indicator sebelum penyajian materi
- Bahan bacaan yang diambil up to date, sehingga tidak membosankan dan menarik siswa untuk membaca
- Adanya teori yang cukup
- Adanya tips akan tetapi penempatan dan penampilan tips tidak tepat
- Kesesuaian materi buku teks dengan kurikulum
Keakuratan materi
- Wacana yang disajikan dalam buku teks ini sesuai dengan kenyataan, tidak dibuat-buat. Kesesuaian teori dan konsep yang disajikan untuk mencapai KD
- Keakuratan dalam memilih contoh latihan dan bervariasi.
1.Menjawab pertanyaan bacaan
2.Mengisi bagian kalimat rumpang
3.Member tanda “s” (jika setuju) dan “t” (jika tidak setuju)
4.Mengerjakan tugas membaca, menulis, dll
5.Mengerjakan tugas individu maupun kelompok

b. Kekurangan (-)
- Ilustrasi kurang sesuai dengan teks
- Peta, tabel, dan grafik kurang sesuai dengan teks, harus akurat, dan sederhana
- Perincian materi sudah sesuai dengan kurikulum akan tetapi ada materi yang yang tidak dimasukkan
- Tidak ada pemetaan pembelajaran/ standar isi/ urutan materi pelajaran yang berisi SK dan KD sehingga membingungkan
- Materi tentang membaca cepat tidak lengkap karena tidak disajikan penilaian tentang membaca cepat
- Tidak ada kata-kata yang bersifat memotivasi siswa (kata-kata bijak).
- Hal ini tidak begitu penting akan tetapi akan lebih baik bila ditambahkan.
- Daftar isi tidak diurutkan sesuai dengan tingkat kesulitan dan pengaturan kompetensi berbahasa dan bersastra tidak seimbang
- Terdapat materi atau kompetensi semester 1 yang berada di semester 2 dan sebaliknya.
- Tidak ada soal pelatihan ulangan akhir semester
- Latihan soal yang mengukur kemampuan siswa kurang
- Tidak ada rangkuman dan refleksi, akan tetapi sebagai ganti penulis menyampaikan ringkasan fokus kemampuan dasar yang harus dikuasai siswa

2. Penyajian
a. Kelebihan (+)
- Ada tujuan pembelajaran
- Keteraturan urutan dalam penguraian
- Kemudahan dipahami
- Keaktifan siswa
- Hubungan bahan dengan latihan soal
Dari segi penyajian isi sudah lumayan lengkap:
1.Bagian pendahuluan
Kata pengantar
Daftar isi
2.Bagian isi
Ringkasan materi (konsep)
Rujukan dari bacaan
Pelatihan
3.Bagian akhir
Disajikan daftar pustaka yang digunakan sebagai bahan rujukan dalam penulisan buku dan ditulis sesuai dengan penulisan daftar pustaka yang standar (nama pengarang, tahun terbit, judul buku, tempat, penerbit).

b. Kekurangan (-)
- Sampul tidak menarik
- Tidak tercantum identitas buku dan pengarang
- Gambar tidak sesuai dengan isi ( tidak proporsional dengan halaman dan warna penyajian secara fisik monoton)
- Daftar isi, secara keseluruhan sudah baik tetapi perlu penampilan yang lebih menarik (warna), tidak ada pembagian tiap semester, sehingga membingungkan pembaca.

3. Format
a. Kelebihan (+)
- Adanya kepadatan ide dalam bacaan didukung dengan bentuk huruf, ukuran huruf dan lembar spasi, sehingga memudahkan dalam membaca.

b. Kekurangan (-)
- Gaya bahasa dan diksi kerang menarik
- Terjadi banyak salah pengetikan
- Format penulisan, khususnya format paragraph, tidak seragam.
- Pengaturan spasi yang tidak enak dilihat.


Kelompok 6

A. Annggota Kelompok:
1. Ahsin Nosafia Rini
2. Eva Dewi Purwitasari
3. Nikmatul Zuliana
4. Rizky Wahyu Permana
5. Taufik Akbar

B. Kelas A/ Off A

Hasil Pengamatan
1. Isi
a. Keilmuan
- Ilmu yang disajikan dalam materi buku ajar sudah cukup mencakup Kompetensi Dasar yang harus dikuasai oleh siswa SMP kelas VII.
b. Sajian
- Penyajian materi ajar yang terdapat pada buku ini kurang jelas
- Cara penyampaian perintah-perintah tugas kurang jelas sehingga dapat menimbulkan kebingungan pada siswa
- Kalimat yang digunakan untuk contoh cukup mudah dipahami
- Teks yang digunakan untuk materi ajar tidak dicantumkan langsung di halaman tersebut, tetapi dilampirkan sehingga cukup menyulitkan untuk membaca.
c. Keterbacaan
- Kalimat untuk deskripsi tugas sedikit membingungkan sehingga membingungkan siswa.

2. Format
a. Tata Letak
- Penempatan gambar dan garis kurang tepat dan bahkan menutupi sebagian tes sehingga mengurangi keterbacaan buku.
b. Grafis
- Gambar yang dipilih kurang menarik dan mendukung teks yang ada
- Warna dalam buku monoton dan cenderung membosankan
- Keterbatasan penggunaan jenis dan warna huruf
- Penataan letak materi dalam buku cukup monoton
c. Dimensi Buku
- Buku terlalu tebal
- Buku terlalu besar bagi siswa
2.4 Visual Buku
- Warna pada halaman muka terlalu pucat sehingga kuran menarik
- Ukuran huruf pada halaman muka kurang besar dan jelas.


Kelompok 7

A. Nama Amggota Kelompok:
1. Artha Galuh Rahmania
2. Puteri R Agatha
3. Jannatul Mahfutti
4. Vania Maherani

B. Off A/Kls A

Hasil Pengamatan:
1. TAMPILAN
- Dari segi cover, untuk siswa SMK kelas 3 memiliki tampilan yang sederhana dan tidak penuh warna. Cocok untuk jenjangnya. Font yang digunakan juga sudah pas.
- Pada hal 1, letak judul buku pada sisi kiri halaman dan bentuknya vertikal, menjadikan pembaca terganggu untuk membacanya. Warna yang digunakan juga terlalu mencolok dan perpaduan warnanya kurang baik. Kata-kata bijak yang terdapat pada halaman pertama fontnya kurang baik sehingga membuat pembaca melewatinya saja.
- perintah-perintah untuk setiap kegiatan memiliki warna yang kurang kontras dan font yang kurang pas.
- Judul buku pada tiap halaman yang ada di pojok kanan atau kiri terlalu besar, sehingga mengganggu fokus ketika membaca.

2. ISI
- Terdapat 3 kegiatan dan isisnya sudah mengacu pada indikator. Terdapat kegiatan awal, kegiatan inti, dan kegiatan lanjutan. Keterampilan yang ada pada indikator sudah lengkap, yaitu menyimak, membaca, menulis dan berbicara.
- Terlalu banyak ruang kosong sehingga membosankan dan menjadikan pembaca tidak fokus.
- Kegiatan-kegiatan, isi, dan substansi sudah pas untuk siswa SMK yang siap kerja.

3. FORMAT
- Letak perintah setiap kegiatan yang kurang tepat (misalnya, kata-kata perintah pada halaman 3, sedangkan soal yang mengacu pada perintah ada pada halaman 4) dan bentuk yang tidak pas
- Banyak terjadi salah ketik
- Warna yang terlalu penuh sehingga terkesan “kekanak-kanakan” untuk siswa SMK kelas 3.


Kelompok 8

A. Nama Anggota Kelompok:
1. Apriliana Tiasari 107211402089
2. Hanif Hububudin 107211407091
3. Nuraini Wulansari 107 211402892
4. Siti Nurhasanah 107211402893
5. Zahratul Mufidah 107211402889

B. Off A/Kls A

C. Judul Buku: "Cerdas Berbahasa Indonesia Untuk SMP Kelas VII"

Hasil Pengamatan
A. Format
1.Tata letak
- Menarik, hanya saja masih ada beberapa halaman yang hanya berisi tulisan yang dapat menimbulkan kebosanan dalam membaca mengingat sasaran pembaca buku ini adalah siswa kelas VII. Sebaiknya tata letaknya disiasati dengan menyisipkan gambar atau ilustrasi atau memisahkan dalam kotak-kotak berwarna.
- Ada beberapa bagian yang seharusnya menjadi satu bagian utuh dalam satu halaman yang bereda sehingga sedikit mengganggu konsentrasi. Bagian-bagian yang terpisah terpisah tersebut adalah: D. Memahami dongeng (hal:9), 2.Menentukan tema dongeng (hal:10), Uji Kompetensi nomor 4 (hal:15).
- Bentuk sajian buku lebih berupa makalah karena disajikan satu lembar satu halaman, seharusnya buku disajikan satu dua halaman bolak-balik.
- Teks yang berada di dalam kotak seharusnya disajikan dalam spasi tunggal.

2.Grafis
- Dalam 1 unit, hanya ada 2 gambar yang disisipkan. Sebaliknya gambar atau ilustrasi diperbanyak dalam takaran serasi dan seimbang untuk memerahkan suasana.
- Pemisahan antarbagian sudah cukup jelas karena sudah menggunakan warna-warna yang memperjelas pemisah tersebut.
- Bagian-bagian yang penting (judul per KD, indikator, dan contoh-contoh ) sudah dimasukkan dalam kotak berwarna yang memperjelas bahwa bagian-bagian tersebut harus diperhatikan.
- Dalam 1 halaman tertentu hanya berupa tulisan uraian penjelasan saja, tanpa warna ataupun gambar. Letak grafis yang seperti itu membuat siswa jenuh untuk membacanya karena tampilannya yang monoton.
- Tampilan gambar pada halaman 1 kurang mewakili KD yang dijelask

B. Isi
1. Keilmuan
- Dalam 1 unit, hanya terdapat KD: berbicara (1 KD), menulis (3 KD), dan mendengarkan (1 KD). Tidak ada KD membaca
- Isi buku sudah mencangkup tentang bahasa dan sastra.

2. Sajian
- Sangat mudah diikuti oleh pembaca karena sudah terstruktur menjadi kegiatan awal, inti, dan akhir.
- Ada beberapa kesalahan dalam pengetikan.

3. Keberbahasaan
- Menarik, penulis meggunakan kota ganti orang kedua (kamu) sehingga pembaca dapat merasa dilibatkan langsung oleh penulis.
- Bahasa yang digunakan oleh penulis sudah cukup baru, sesuaidengan konteks buku yang digunakan untuk proses belajar mengajar


Kelompok 9

A. Nama Anggota Kelompok
1. Ahmad Fatoni (107211402879)
2. Alfin Ni’matul. M (107211407099)
3. Elen Nurjanah (107211407100)
4. Neny Ismartini (107211402886)
5. Yossy Firmansyah (107211407092)

B. Off A/Kls A

C. Judul Buku: "CAKAP BERBAHASA INDONESIA SMA KELAS X"

Hasil Pengamatan

A. Dari Segi Isi:
1. Keilmuwan:
Apakah dalam ilmu-ilmu bahasa, sastra, ketrampilan sudah sesuai?
Dalam bab I materi ajarnya hanya menjelaskan bahasa, tetapi sastra tidak dijelaskan. Sudah mencakup empat ketrampilan bahasa. Dalam KD bab I mencakup ketrampilan menyimak. Sedangkan dalam kegiatan pembelajaran, ketrampilan lainnya sudah tercantum(berbicara, membaca, dan menulis).

2. Sajian:
Apakah sesuai dengan langkah pembelajaran, sistem pembelajarannya?
Sajian dalam bab I sudah sesuai dengan KD dan indikatornya. Dalam kenyataannya kegiatan pembelajaran dimulai dari ketrampilan yang mudah kemudian ke sulit. Selain itu buku ini dapat mewakili penjelasan guru. Tetapi ada pernyataan yang kurang tepat. Pada kegiatan awal, terdapat pernyataan ciri-ciri berita yang terdapat di media elektronik. Tetapi kenyataannya siswa disuruh memberikasn centang pada pernyataan yang benar.

3. Keterbacaan:
Apakah sesuai kadar usia siswa?
Kadar bacaan dalam bab I sudah sesuai dengan usia siswa SMK kelas X. bacannya tidak terlalu mudah dan tidak terlalu sulit untuk seorang siswa kelas X. Sehingga bacaan tersebut sudah layak untuk diberikan siswa SMK.

B. Tata letak:
Apakah penampilannya menarik?
Pada halaman sampulnya kurang menarik, gambar model tidak cocok untuk sebuh cover buku pelajaran bahasa Indonesia. Disetiap babnya tidak ada permainan warna, sehingga cenderung monoton. Tidak ada gambar-gambar yang menarik. Dalam kata-kata bijaknya tidak ada permainan warna dan jenis tulisan sebagian fontnya terlalu kecil. Banyak terdapat spasi di antara sebuah pernyataan atau materi ajar.

Pertanyaan diskusi:
1. Penanya Marista Dwi. R:
Menurut pendapat kelompok, bagaimana tata letak atau grafis yang sesuai untuk buku ajar tersebut?
2. Penanya Vania Maherani:
Apakah indikator dalam buku itu dapat memberikan bekal ketrampilan bagi siswa SMK?

Jawab:
1. Tata letak dalam buku ini sudah rapi, tetapi grafisnya msaih tidak menarik karena kurang adanya warna, buku dibiarkan polos padahal siswa membutuhkan perangsang untuk menarik minat bacanya. Tata letak seharusnya lebih bervariasi dan lebih berwarna walaupun buku ini untuk anak SMK. Buku ajar sebaiknya diberikan gambar-gambar yang sesuai dengan anak SMK seperti kegiatan-kegiatan praktik siswa SMK.
2. Karena buku ini diperuntukkan untuk anak SMK kelas X, maka indikator yang terdapat dalam buku ini hanya atau lebih banyak yang bersifat pengenalan tentang bahasa. Tetapi indikator yang ada dalam buku ini dapat dijadikan bekal untuk siswa SMK nantinya. Seperti yang telah dituliskan pada bab I yang melatih siswa untuk berani berbicara. Sehingga dalam kehidupan bermasyarakat kelak akan ada sosialisasi yang baik.


Kelompok 10

A. Nama Anggota Kelompok:
1. Ahmad Agung Firmansyah
2. Dian Raya
3. Marista Dwi Rahmayantis
4. Ratna Dupitasari
5. Widya Sartika

B. Off A/Kls A

Hasil Pengamatan

A. BEDASARKAN ISI
1. Segi Keilmuan
Pada bab 1, kompetensi Dasar pertama adalah menyimpulkan informasi lisan yang bersifat perintah. Dan KD tersebut terdapat beberapa indikator yang masih kurang sesuai dengan pengembangan KD. Teori yang dikemukakan kurang sesuai untuk siswa SMK kelas 2, kerena terlalu susah untuk dipahami. Contoh yang disajikan masih kurang mewakili teori yang telah diberikan. Pada kegiatan awal, terdapat sebuah pertanyaan yang tidak perlu, karena jawaban atas pertanyaan tersebut tidak menyangkut informasi yang telah disampaikan.

2.Segi Sajian
Untuk segi sajian, sudah cukup sesuai dengan sasaran yang notabene adalah siswa SMK. Ilustrasi yang telah diberikan juga berhubungan dengan dunia SMK. Penyajian dimulai dengan sebuah ilustrasi contoh informasi lisan, kemudian dilanjutkan dengan teori dan contohnya, serta terdapat latihan soal di akhir bagian.

3. Segi Keterbacaan
Di dalam bab 1, masih terdapat bagian-bagian yang sulit untuk dipahami, khususnya teori yang dikemukakan cenderung berbelit-belit dan kurang sistematis, sehingga susah dimengerti.

B. BERDASARKAN FORMAT
1. Segi tata letak
Tata letak pada buku ajar ini masih kurang sesuai. Karena halamannya tidak bolak-balik sehingga terkesan kurang menarik, dan memiliki efek kurang menyenangkan karena membuat tebal buku ajar.

2.Segi grafis
Jika dilihat dari segi grafis, buku ajar ini masih kurang menarik, karena tidak ada cukup ilustrasi gambar yang disajikan. Ada pula gambar yang justru tidak sesuai dengan tingkat pendidikannya, yaitu SMK, karena gambar yang disajikan terlalu kekanak-kanakan yaitu (sponbob). Sedangkan tampilan cover depan kurang menarik, sebab pemilihan warna dasar dan warna tulisan (font) pada cover kurang sesuai.

Kelompok 11

A.Nama Angota Kelompok:
1.Endhah Nur Janah
2.Furri Adhe Ermawaty
3.Nisa Urrizqi
4.Wahyu Agustina
B. OFF B/B

Hasil Pengamatan

A. KELEBIHAN
1.Isi
- Dalam buku tersebut telah dilengkapi dengan KD serta indicator dari KD tersebut di setiap awal unit dan setiap episode yang disajikan oleh penulis
- Terdapat kesesuaian antara indicator dengan isi buku
- Terdapat kata-kata mutiara atau semacam pepatah di setiap unit
- Terdapat jeda info di setiap unit

2.Penyajian
- Penyajian dalam buku tersebut menarik karena di dalamnya terdapat tips yang berhubungan dengan kompetensi yang harus dicapai

3.Format
- Dalam buku tersebut sudah dibagi dari bagian awal, inti, dan penutup, serta dibagi menjadi episode-episode
- Di bagian akhir terlampir kunci jawaban ujian yang bisa digunakan siswa untuk mencocokan latiha-latihan soal yang ia kerjakan

B. KEKURANGAN
1.Isi
- Ejaan dalam daftar isi ada yang tidak sesuai
- Pada unit 1 ada KD yang tidak sesuai dengan SK. SK tentang dialog, tapi KD tentang cerpen (halaman 2)
- Materi tidak sesuai dengan keruntutan indicator (halaman 2-5)
- Kurang konsisten terhadap penyajian aktifitas awal, inti, dan lanjutan. Ada unit yang tidak dipenuhi (Unit 1)
- Egoisme penulis yang menyebabkan terjadinya oerbedaan antara unit satu dengan unit yang lain. Jadi hal ini menunjukkan bahwa tidak ada keseragaman di antara penulis
- Penyajian materi hendaknya tidak perlu langsung ditunjukkan pada siswa (Unit 2, halaman 12)
- Jika mengutip sebuah cerita, sumber tidak disebutkan dengan jelas (halaman 33)
- Terlalu banyak latihan, sedangkan materi yang ada terlalu sedikit
- Pada Unit 6, penjabaran kompetensi yang dicapai tidak dijabarkan langsung (dibedakan menjadi episode-episode). Ada penulis yang mencantumkan tujuan pembelajaran, ada yang mencantumkan kegiatan (tidak seragam)
- Terlalu padat untuk siswa kelas IX SMP
•- Di bagian akhir buku tidak disertai daftar rujukan/sumber pustaka buku tersebut

2. Penyajian
- Sampul kurang menarik minat pembaca. Padanan warnanya kurang kontras, sehingga dalam daftar isi, judul per unit menjadi kabur
- Tat letak tulisan kurang diperhatikan, sehingga buku tersebut kurang terlihat seperti buku (kurang rapi)
- Warna halaman tidak konsisten (Unit 2)
- Ada pokok bahasan yang tidak bisa dibaca karena warnanya kurang kontras.

3. Format
- Penyususnan daftar isi dan sambutan tidak tepat karena terbalik, seharusnya kata sambutan dahulu baru daftar isi
- Tidak dicantumkan halaman pada bagian daftar isi dan kata sambutan, padahal pada daftar isi ditulis
- Setiap awal unit seharusnya tidak diberi halaman
- Dalam daftar isi, komptensi yang harus dicapai siswa tidak perlu diberi nomor KD
- Indikator setiap KD, format penulisannya tidak konsisten (di unit 1 penulisannya hanya “Mampu…”, sedangkan di unit 2 ditulis “Sahabat mampu…”
- Kurang memerhatikan bentuk alinea, semuanya standar rata kiri (halaman 32-33)
- Tidak memerhatikan ejaan penulisan yang bai dan benar


Kelompok 12

A. Nama Anggota Kelompok
1. Oppy Prismadewi 207 211 411752
2. Sesillya Devi L. 207 211 411743
3. Sigit Setyo W. 207 211 408998
4. Titien Andriani 207 211 408998
5. Tassa Ary M. 207 211 411751

B. Judul Buku: Semesta Bahasa dan Sastra Indonesia untuk Kelas VII

Hasil Pengamatan

Unit 4 : Belajar dari Dongeng
Pertemuan (1)
Kompetensi Dasar :
• Menemukan hal-hal menarik dari dongeng yang diperdengarkan.
Indikator :
a) Mampu menceritakan isi dongeng yang diperdengarkan secara lisan atau tertulis
b) Mampu menemukan isi dongeng
c) Mampu mengungkapkan hal-hal menarik dari dongeng yang diperdengarkan dengan alasan yang logis
• Menunjukan relevansi isi dongeng yang diperdengarkan dengan situasi sekarang.
Indikator :
a) Mampu menentukan tema dongeng yang diperdengarkan
b) Mampu menunjukan relevansi tema dengan situasi sekarang
c) Mampu menyimpulkan pesan dongengdalam bentuk ungkapan

Pertemuan (2)
Kompetensi dasar :
• Menulis kembali dengan bahasa sendiri dongeng yang pernah dibaca/didengar
Indikator :
a) Mampu mengidentifikasi unsur intrinsik dongeng yang telah dibacakan
b) Mampu menemukan pokok-pokok dongeng
c) Mampu menulis dongeng dengan urutan pokok-pokok dongeng
d) Mampu menulis ringkasan novel yang di dengar dengan bahasa sendiri

Materi
a) Materi sudah sesuai dengan keilmuan. Artinya materi yang disajikan sesuai dengan KD dan indikator masing-masing. Pada buku ajar itu juga sudah ada contoh dongeng dan ke empat aspek bahasa dapat diterapkan dengan baik.
b) Sajian materinya sudah sesuai dengan sasaran. Buktinya bahasa yang disajikan tidak terlalu berat. Masih sederhana dan tidak mengandung ambiguitas kalimat.

Materi
1. Memahami dongeng dan memahami isinya
2. Mengidentifikasi tokoh dan watak tokoh
3. Menentukan tema dongeng yang diperdengarkan
4. Menunjukan relevansi tema dengan situasi sekarang
5. Menemukan hal menarik dari dongeng yang diperdengarkan dengan alas an yang logis
6. Menyimpulkan pesan dongeng dalam bentuk ungkapan
7. Membaca dengan mengidentifikasi tokoh, urutan peristiwa, dan pesan dalam dongeng
8. Menjelaskan unsur-unsur yang menarik dari dongeng
9. Menyimpulkan alur cerita dan tokoh
10. Menulis cerita dongeng berdasarkan rancangan yang telah dibuat masing-masing siswa

- Pembagian materi membingungkan karena penempatan materi-materi disendirikan dan format pengetikannya tidak menarik. Hal ini akan mempengaruhi PBM.
- Pada tema 4, tidak terdapat pembukaan yang menarik, langsung pada proses mendengarkan. Hal itu membuat siswa tidak nyaman dalam pembelajaran di tema ini.
- Pada evaluasi terdapat tes objektif dan subyektif. Sehingga evaluasinya sudah bias dikatakan cukup baik karena sudah mencapai 2 aspek tes.

Format
a) Font : Hurufnya sudah menuruti kaidah penulisan. Selain itu tidak membuat mata rusak.
b) Cover : Pada buku ajar unit 4 ini cover terlalu monoton, gambarnya abstrak, sehingga siswa tidak tertarik untuk membacanya. Warnanya didominasi warna hijau dan tidak bervariasi. Setiap tema diberi gambar tetapi ukurannya terlalu kecil sehingga tidak menarik. Tetapi terdapat kata-kata mutiara yang tidak berhubungan dengan tema.

Kelebihan dan Kelemahan Buku Ajar Tim Restu dkk
1. Kelebihan
- Contoh untuk setiap materi tidak hanya satu
- Terdapat gambar-gambar pada setiap temannya
- Font pada buku ajar sudah memenuhi kaidah penulisan menggunakan Times new roman 12

2. Kekurangan
- Cover tidak menarik
- Penulisan pada cover tidak rapi (terpotong)
- Banyak halaman kosong yang tidak di manfaatkan
- Kata-kata mutiara tidak berhubungan
- Soal untuk tes subjektif hanya sedikit
- Pengetikan didominasi warna hijau


Laporan kelompok lain menyusul.

Jumat, 02 Oktober 2009

Target Pekuliahan Menulis Buku Ajar Tahun Ajaran 2009/2010

Target perkuliahan Menulis Buku Ajar tahun ajaran 2009/2010 ini berbeda dengan dengan tahun ajaran 2008/2009. Apabila perkuliahan tahun ajaran 2008/2009 mahasiswa (secara berkelompok) dituntut dapat menghasilkan buku ajar untuk satuan pendidikan pada kelas tertentu, pada tahun ajaran 2009/2010 ini mahasiswa (secara individu) dituntut dua hal, yaitu
(1) dapat mengembangkan satu kompetensi dasar pada satuan pendidikan kelas tertentu dalam bentuk buku ajar;
(2) dapat mengembangkan satu kompetensi dasar pada satuan pendidikan kelas tertentu dalam bentuk buku bacaan penunjang pembelajaran.

Kedua target ini harus dikembangkan sesuai dengan tahapan penulisan yang benar. Setiap tahapan penulisan akan dipantau oleh pembina MK dan dipertanggungjawabkan secara berkelompok.

Obsesi pembina MK adalah hasil target kedua (penulisan buku bacaan penunjang pembelajaran) dapat dipublikasikan oleh penerbit yang berminat.

Ayo, bersemangat. Keberhasilan Anda merupakan saham kesuksesan masa depan Anda.

Rabu, 30 September 2009

Mohon Perhatian bagi Peserta Menulis Buku Ajar Tahun Ajaran 2009/2010 yang Dibina Masnur Muslich

Diberitahukan kepada semua peserta Matakuliah Menulis Buku Ajar yang dibina oleh Masnur Muslich bahwa mulai 1 Oktober 2009 ini semua hasil tugas kelompok harus dalaporkan secara tertulis dengan cara mem-posting -nya label "komentar" di bawah ini.
Setiap laporan hasil tugas kelompok harus mencantumkan:
1. Judul Tugas
2. Kelas/Offering
3. Nama anggota kelompok dan NIM-nya masing-masing
4. Uraian hasil tugas

Dengan cara demikian, kelompok lain akan mengetahuinya bahkan mungkin akan memberikan komentar terkait dengan isi laporan tersebut.

Pada tahap pertama ini, semua kelompok harap melaporkan hasil tugas telaah buku ajar, baik kelompok yang sudah mempresentasikannya di depan kelas maupun kelompok yang belum mempresentasikannya.

Harap diperhatikan.

Kegiatan Telaah Buku Ajar pada Matakuliah Menulis Buku Ajar yang Dibina Masnur Muslich

Peserta Matakuliah Menulis Buku Ajar Offering D Kelas AA sedang menyampaikan hasil telaah buku ajar secara bergilir di depan kelas.








Peserta Matakuliah Menulis Buku Ajar Offering A sedang menyampaikan hasil telaah buku ajar secara bergilir di depan kelas.








Secara umum hasil telaah buku ajar dapat disimpulkan sebagai berikut.
1. Masih dijumpai sajian materi buku ajar yang kurang sesuai dengan perkembangan siswa sasaran sehingga terasa sult dicerna leh siswa.
2. Masih dijumpai sajan buku ajar yang terkesan teoretis dan kurang ilustrasu sehingga tidak jauh berbeda dengan buku referensi.
3. Masih dijumpai sajian buku ajar yang tidak sesuai dengan kompetensi dasar yang ingin dicapai. Misalnya, kompetensi dasarnya "siswa dapat menulis surat pribadi" tetapi sajiannya berupa penjelasan teoretis tentang menulis surat pribadi.
4. Masih dijumpai sajian materi buku ajar yang tidak/kurang melibatkan siswa untuk mencari, mengamati, mencoba, dan menyimpulkan sendiri. Siswa selalu diberi "ikan", tidak/kurang ada kesempatan siswa untuk "mengail ikan" sendiri.
5. Masih dijumpai format buku ajar yang kurang menarik sehingga membosankan bagi siswa ketika mempelajarinya.
6. Masih dijumpai tata letak buku ajar yang masih monoton sehingga siswa cepat bosan ketika membacanya.

Rabu, 23 September 2009

KIAT PENULISAN BUKU TEKS BERBASIS KETERAMPILAN BERBAHASA

Dawud
Jurusan Sastra Indonesia
Fakustas Sastra Universitas Negeri Malang


I. MEMAHAMI DAN MENGIDENTIFIKASI KEDUDUKAN STANDAR KOMPETENSI DAN KOMPETENSI DASAR
Penulisan Buku Teks Bahasa Indonesia harus didasarkan pada pemahaman yang memadai tentang kedudukan Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar dalam Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan. Secara garis besar, Standar Kompetensi dibedakan atas
(1)Standar Kompetensi Lulusan Satuan Pendidikan (SKL SP)
(2)Standar Kompetensi Kelompok Mata Pelajaran (SKKMP)
(3)Standar Kompetensi Lulusan Mata Pelajaran (SKL MP)
(4)Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar

A.Standar Kompetensi Lulusan Satuan Pendidikan dan Pembelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia
Standar Kompetensi Lulusan Satuan Pendidikan (SKL-SP) dikembangkan berdasarkan tujuan setiap satuan pendidikan dengan penjelasan sebaai berikut.
•Pendidikan Dasar (SD/MI/SDLB/Paket A dan SMP/MTs./SMPLB/Paket B) bertujuan: Meletakkan dasar kecerdasan, pengetahuan, kepribadian, akhlak mulia, serta keterampilan untuk hidup mandiri dan mengikuti pendidikan lebih lanjut
•Pendidikan Menengah yang terdiri atas SMA/MA/SMALB/Paket C bertujuan: Meningkatkan kecerdasan, pengetahuan, kepribadian, akhlak mulia, serta keterampilan untuk hidup mandiri dan mengikuti pendidikan lebih lanjut
•Pendidikan Menengah Kejuruan yang terdiri atas SMK/MAK bertujuan: Meningkatkan kecerdasan, pengetahuan, kepribadian, akhlak mulia, serta keterampilan untuk hidup mandiri dan mengikuti pendidikan lebih lanjut sesuai dengan kejuruannya
Berdasarkan tujuan tersebut, Standar Kompetensi Lulusan
(1)SD dan yang sederajat ada 17 SKL-SP dan yang memiliki relevansi langsung dengan pembelajaran Bahasa Indonesia adalah
a.Menggunakan informasi tentang lingkungan sekitar secara logis, kritis, dan kreatif (butir 5)
b.Menunjukkan kecintaan dan kebanggaan terhadap bangsa, negara, dan tanah air Indonesia (butir 11)
c.Menunjukkan kemampuan untuk melakukan kegiatan seni dan budaya lokal (butir 12)
d.Menunjukkan kegemaran membaca dan menulis (butir 16)
e.Menunjukkan keterampilan menyimak, berbicara, membaca, menulis, dan berhitung (butir 17)
(2)SMP dan yang sederat ada 21 SKL-SP dan yang memiliki relevansi langsung dengan pembelajaran Bahasa Indonesia adalah
a.Mencari dan menerapkan informasi dari lingkungan sekitar dan sumber-sumber lain secara logis, kritis, dan kreatif (butir 6)
b.Berkomunikasi dan berinteraksi secara efektif dan santun (butir 16)
c.Menunjukkan kegemaran membaca dan menulis naskah pendek sederhana (butir 19)
d.Menunjukkan keterampilan menyimak, berbicara, membaca, dan menulis dalam bahasa Indonesia dan bahasa Inggris sederhana (butir 20)
(3)SMA/MA/SMK/MAK ada 23 SKL-SP dan dan yang memiliki relevansi langsung dengan pembelajaran Bahasa Indonesia adalah
a.Membangun dan menerapkan informasi dan pengetahuan secara logis, kritis, kreatif, dan inovatif (butir 6)
b.Mengekspresikan diri melalui kegiatan seni dan budaya (butir 14)
c.Mengapresiasi karya seni dan budaya (15)
d.Menghasilkan karya kreatif, baik individual maupun kelompok (16)
e.Berkomunikasi lisan dan tulisan secara efektif dan santun (butir 18)
f.Menunjukkan keterampilan membaca dan menulis naskah secara sistematis dan estetis (butir 21)
g.Menunjukkan keterampilan menyimak, membaca, menulis, dan berbicara dalam bahasa Indonesia dan Inggris (butir 22)

B. Standar Kompetensi Kelompok Mata Pelajaran (SKKMP)
Pembelajaran Bahasa Indonesia bersama dengan mata pelajaran lain bertujuan untuk (1) membentuk peserta didik menjadi manusia yang memiliki rasa kebangsaan dan cinta tanah air; (2) mengembangkan logika, kemampuan berpikir dan analisis peserta didik; (3) membentuk karakter peserta didik menjadi manusia yang memiliki rasa seni dan pemahaman budaya.
Berdasarkan tujuan tersebut, standar kompetensi kelompok mata pelajaran yang yang memiliki kegayutan langsung dengan Pembelajaran Bahasa Indonesia, antara lain, adalah
(1)SD dan yang sederajat
a.Berkomunikasi secara santun
b.Menunjukkan kegemaran membaca
(2)SMP dan yang sederajat
a.Berkomunikasi dan berinteraksi secara efektif dan santun
b.Menunjukkan sikap percaya diri
c.Menunjukkan kegemaran membaca dan menulis
d.Menghargai karya seni dan budaya nasional Indonesia
(3)SMA dan yang sederajat
a.Berkomunikasi dan berinteraksi secara efektif dan santun melalui berbagai cara termasuk pemanfaatan teknologi informasi
b.Menunjukkan kegemaran membaca dan menulis
c.Berkarya secara kreatif, baik individual maupun kelompok
d.Menunjukkan apresiasi terhadap karya estetika

C. STANDAR KOMPETENSI LULUSAN MATA PELAJARAN: Bahasa Indonesia
(1)SEKOLAH DASAR (SD)/ MADRASAH IBTIDAIYAH (MI)
a.Mendengarkan
Memahami wacana lisan berbentuk perintah, penjelasan, petunjuk, pesan, pengumuman, berita, deskripsi berbagai peristiwa dan benda di sekitar, serta karya sastra berbentuk dongeng, puisi, cerita, drama, pantun dan cerita rakyat
b.Berbicara
Menggunakan wacana lisan untuk mengungkapkan pikiran, perasaan, dan informasi dalam kegiatan perkenalan, tegur sapa, percakapan sederhana, wawancara, percakapan telepon, diskusi, pidato, deskripsi peristiwa dan benda di sekitar, memberi petunjuk, deklamasi, cerita, pelaporan hasil pengamatan, pemahaman isi buku dan berbagai karya sastra untuk anak berbentuk dongeng, pantun, drama, dan puisi
c.Membaca
Menggunakan berbagai jenis membaca untuk memahami wacana berupa petunjuk, teks panjang, dan berbagai karya sastra untuk anak berbentuk puisi, dongeng, pantun, percakapan, cerita, dan drama
d.Menulis
Melakukan berbagai jenis kegiatan menulis untuk mengungkapkan pikiran, perasaan, dan informasi dalam bentuk karangan sederhana, petunjuk, surat, pengumuman, dialog, formulir, teks pidato, laporan, ringkasan, parafrase, serta berbagai karya sastra untuk anak berbentuk cerita, puisi, dan pantun
(2)SEKOLAH MENENGAH PERTAMA (SMP)/MADRASAH TSANAWIYAH (MTs): Bahasa Indonesia
a.Mendengarkan
Memahami wacana lisan dalam kegiatan wawancara, pelaporan, penyampaian berita radio/TV, dialog interaktif, pidato, khotbah/ceramah, dan pembacaan berbagai karya sastra berbentuk dongeng, puisi, drama, novel remaja, syair, kutipan, dan sinopsis novel
b.Berbicara
Menggunakan wacana lisan untuk mengungkapkan pikiran, perasaan, informasi, pengalaman, pendapat, dan komentar dalam kegiatan wawancara, presentasi laporan, diskusi, protokoler, dan pidato, serta dalam berbagai karya sastra berbentuk cerita pendek, novel remaja, puisi, dan drama
c.Membaca
Menggunakan berbagai jenis membaca untuk memahami berbagai bentuk wacana tulis, dan berbagai karya sastra berbentuk puisi, cerita pendek, drama, novel remaja, antologi puisi, novel dari berbagai angkatan
d.Menulis
Melakukan berbagai kegiatan menulis untuk mengungkapkan pikiran, perasaan, dan informasi dalam bentuk buku harian, surat pribadi, pesan singkat, laporan, surat dinas, petunjuk, rangkuman, teks berita, slogan, poster, iklan baris, resensi, karangan, karya ilmiah sederhana, pidato, surat pembaca, dan berbagai karya sastra berbentuk pantun, dongeng, puisi, drama, puisi, dan cerpen
(3)SEKOLAH MENENGAH ATAS (SMA)/ MADRASAH ALIYAH (MA): Bahasa Indonesia
•Program IPA dan IPS
a.Mendengarkan
Memahami wacana lisan dalam kegiatan penyampaian berita, laporan, saran, berberita, pidato, wawancara, diskusi, seminar, dan pembacaan karya sastra berbentuk puisi, cerita rakyat, drama, cerpen, dan novel
b.Berbicara
Menggunakan wacana lisan untuk mengungkapkan pikiran, perasaan, dan informasi dalam kegiatan berkenalan, diskusi, bercerita, presentasi hasil penelitian, serta mengomentari pembacaan puisi dan pementasan drama
c.Membaca
Menggunakan berbagai jenis membaca untuk memahami wacana tulis teks nonsastra berbentuk grafik, tabel, artikel, tajuk rencana, teks pidato, serta teks sastra berbentuk puisi, hikayat, novel, biografi, puisi kontemporer, karya sastra berbagai angkatan dan sastra Melayu klasik
d.Menulis
Menggunakan berbagai jenis wacana tulis untuk mengungkapkan pikiran, perasaan, dan informasi dalam bentuk teks narasi, deskripsi, eksposisi, argumentasi, teks pidato, proposal, surat dinas, surat dagang, rangkuman, ringkasan, notulen, laporan, resensi, karya ilmiah, dan berbagai karya sastra berbentuk puisi, cerpen, drama, kritik, dan esei
•Program Bahasa
a.Mendengarkan
Memahami wacana lisan dalam kegiatan pidato, ceramah/khotbah, wawancara, diskusi, dialog, penyampaian berita, presentasi laporan
b.Berbicara
Menggunakan wacana lisan untuk mengungkapkan pikiran, informasi, dan pengalaman dalam kegiatan presentasi hasil penelitian, laporan pembacaan buku, dan presentasi program, bercerita, wawancara, diskusi, seminar, debat, dan pidato tanpa teks
c.Membaca
Menggunakan berbagai jenis membaca untuk memahami wacana tulis berbentuk esei, artikel, dan biografi
d.Menulis
Mengungkapkan pikiran dan informasi dalam wacana tulis berbentuk teks deskripsi, narasi, eksposisi, persuasi dan argumentasi, ringkasan/rangkuman, laporan, karya ilmiah, makalah, serta surat lamaran
e.Kebahasaan
Memahami dan menggunakan berbagai komponen kebahasaan, baik fonologi, morfologi, maupun sintaksis dalam wacana lisan dan tulis

D. Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar: Bahasa Indonesia
Standar kompetensi mata pelajaran Bahasa Indonesia merupakan kualifikasi kemampuan minimal peserta didik yang menggambarkan penguasaan pengetahuan, keterampilan berbahasa, dan sikap positif terhadap bahasa dan sastra Indonesia. Standar kompetensi ini merupakan dasar bagi peserta didik untuk memahami dan merespon situasi lokal, regional, nasional, dan global.
Standar kompetensi yang merupakan kualifikasi menimial yang harus dicapai oleh peserta didik ditujukan untuk mencapai 6 (enam) tujuan pembelajaran bahasa Indonesia, baik SD,SMP, dan SMA (sederajat), yakni agar peserta didik memiliki kemampuan sebagai berikut.
(1)Berkomunikasi secara efektif dan efisien sesuai dengan etika yang berlaku, baik secara lisan maupun tulis
(2)Menghargai dan bangga menggunakan bahasa Indonesia sebagai bahasa persatuan dan bahasa negara
(3)Memahami bahasa Indonesia dan menggunakannya dengan tepat dan kreatif untuk berbagai tujuan
(4)Menggunakan bahasa Indonesia untuk meningkatkan kemampuan intelektual, serta kematangan emosional dan sosial
(5)Menikmati dan memanfaatkan karya sastra untuk memperluas wawasan, memperhalus budi pekerti, serta meningkatkan pengetahuan dan kemampuan berbahasa
(6)Menghargai dan membanggakan sastra Indonesia sebagai khazanah budaya dan intelektual manusia Indonesia.
Standar kompetensi pembelajaran Bahasa Indonesia diklasifikasi atas ruang lingkup komponen kemampuan berbahasa dan kemampuan bersastra, yakni mendengarkan, berbicara, membaca, dan menulis. Standar kompetensi pada komponen kemampuan berbahasa dan bersastra tersebut dijabarkan dalam kompetensi dasar yang disajikan pada setiap tingkat dan/atau semester (suatu) satuan pendidikan.

II.MENGIDENTIFIKASI DAN MENGEMBANGKAN INDIKATOR KOMPETENSI DASAR
Standar Kompetensi Lulusan Satuan Pendidikan, Standar Kompetensi Lulusan Kelompok Mata Pelajaan, Standar Kompetensi Lulusan Mata Pelajaran, Standar Kompetensi, dan Kompetensi Dasar telah tersedia dalam kurikulum. Tugas penulis buku teks adalah memahami konsepnya dan memahami hubungan serta kedudukan antar strandar kompetensi tersebut.
Tugas penulis buku teks berikutnya adalah mengidentifikasi dan mengembangkan indikator-indikator kompetensi dasar. Indikator-indikator tersebut tidak terdapat dalam kurikulum. Indikator kompetensi dasar tersebut dikembangkan berdasarkan bangun keilmuan
(1)bahasa dan sastra Indonesia;
(2)kemahiran berbahasa dan bersastra Indoneisa; dan
(3)belajar dan pembelajaran bahasa dan sastra Indonesia.
Berikut sebuah contoh mengidentifikasi dan mengembangkan indikator kompetensi dasar.

Kelas VII, Semester 1
STANDAR KOMPETENSI KOMPETENSI DASAR
Menulis
4. Mengungkapkan pikiran dan pengalaman dalam buku harian dan surat pribadi
4.1 Menulis buku harian atau pengalaman pribadi dengan memperhatikan cara pengungkapan dan bahasa yang baik dan benar
4.2 Menulis surat pribadi dengan memperhatikan komposisi, isi, dan bahasa
4.3 Menulis teks pengumuman dengan bahasa yang efektif, baik dan benar

Pada kelas VII, Semester 1, terdapat Standar Komptensi (Menulis) Mengungkapkan pikiran dan pengalaman dalam buku harian dan surat pribadi. Indikator Standar kompetensi tersebut dapat diidentifikasi
• mengungkapkan pikiran dalam tulisan
• mengungkapkan pengalaman dalam tulisan.
• menulis buku harian
• menulis surat pribadi
Keempat indikator standar kompetensi tersebut, dalam kurikulum, dirumuskan, digabung, dan dibatasi dalam 3 (tiga) kompetensi dasar, yakni
4.1 Menulis buku harian atau pengalaman pribadi dengan memperhatikan cara pengungkapan dan bahasa yang baik dan benar
4.2 Menulis surat pribadi dengan memperhatikan komposisi, isi, dan bahasa
4.3 Menulis teks pengumuman dengan bahasa yang efektif, baik dan benar
Indikator keempat kompetensi dasar tersebut dapat diidentifikasi sebagai berikut.
• Menulis buku harian/pengalaman pribadi
 Mengungkapkan pikiran (saat dan sesudah mengalami suatu peristiwa)
 Mengungkapkan pengalaman pribadi
 Menggunakan bahasa yang efektif, baik, dan benar (sesuai dengan karakteristik buku harian/pengalaman pribadi)
• Menulis surat pribadi
 Komposisi surat pribadi
 Isi surat pribadi
 Bahasa surat pribadi
• Menulis teks pengumuman (diutamakan berdasarkan pengalaman pribadi)
 Komposisi teks pengumuman
 Isi teks pengumuman
 Bahasa teks pengumuman yang efektif, baik, dan benar
Berdasarkan indikator tersebut, penulis buku teks keterampiran berbahasa harus mencari rujukan teoretis dan konseptual yang benar, setidak-tidaknya, tentang (cara-cara menyusun):
(1) Buku Harian atau tulisan (artikel, misalnya) pengalaman pribadi
• Karakteristik buku harian atau artikel pengalaman pribadi
 Wujud
 Unsur
 Sifat
 Tujuan penulisan
• Cara pengungkapan pikiran/pengalaman dalam buku harian/artikel pengalaman pribadi
 Ekspresi: lucu, sedih, gembira
 Isi: ringan dan keseharian
• Bahasa yang efektif, baik, dan benar
 Pilihan kata & ungkapan
 Struktur kalimat & wacana
(2)Surat Pribadi
• arakteristik surat pribadi
 Wujud
 Unsur
 Tujuan penulisan
• Komposisi surat pribadi
 Alamat
 Pembuka
 Isi
 Penutup
 Pengirim
• Bahasa surat pribadi
 Pilihan kata & ungkapan
 Struktur kata, kalimat & wacana
(3)Teks Pengumuman
• Jenis pengumuman (yang dipilih)
• Komposisi
 Tata letak
 Huruf /fon
 Warna
• Isi
 Sasaran yang dituju
 Pembuka
 Pokok
 Penutup
 Memberi pengumuman
• Bahasa
 Pilihan kata
 Struktur kalimat & wacana
 Pilihan ungkapan deklarasi dan persuasi

III. PENGEMBANGAN INDIKATOR KOMPETENSI DASAR KE DALAM KEGIATAN PEMBELAJARAN

Indikator kompetensi dasar dan pokok-pokok bahan konseptual dan teoretis tersebut diwujudkan dalam kegiatan pembelajaran. Kegiatan pembelajaran dapat diklasifikasi atas kegiatan pembuka, kegiatan pokok, dan kegiatan penutup. Kegiatan pembuka dapat berisi kegatan apersepsi atau kegiatan prasyarat untuk masuk ke kegiatan pokok. Kegiatan pokok merupakan perwujudan indikator kompetensi dasar yang berisi kegiatan pembelajaran. Kegiatan penutup dapat berupa kegiatan pengayaan atau kegiatan penilaian.
Berikut contoh pengembangan menulis buku harian.


Kegiatan Awal
A. Mengembangkan Kalimat Topik secara Terbimbing
B. Mengembangkan Kalimat Topik secara Kreatif
(Catatan: kegiatan awal yangdipilih adalah kegiatan prasyarat untuk menulis, yakni menulis kalimat topik dan mengembangkan kalimat topik secara kreatif dengan menuliskan kalimat-kalimat penjelasnya)

Kegiatan Pokok
C. Mengenali Unsur-Unsur Suatu Peristiwa
D. Mencermati Model Penulisan di Buku Harian

Model 1
Senin, 14 Juli 2007, hari pertama di sekolah
07.00—08.00. Teman baru banyak yang tak kukenal. Hanya Ina teman SD-ku yang satu sekolah, nggak satu kelas lagi. Upacara beda regu. Arahan guru dan OSIS.
08.30—10.00. Di kelas, diatur kakak OSIS. Berlagak. Sok ngatur.
Selasa, 15 Juli 2007, pukul 12.30 di kantin sekolah.
Perut keroncongan. Antre bejibun. Habis orientasi dan baris, sama-sama lapar. Nanti aja beli bakso di depan kos
Rabu, 16 Juli 2007, di rumah kos
Belajar masak (biar irit). Konyol, nasi hitam, gosong
Sabtu, 19 Juli, tepi danau, 17.30
Kemah di danau dekat bukit kecil. Langit senja kemerahan. Andai bukit ini ditumbuhi bunga, kayak di manca, wuah indahnya. Tapi, apa pun kemah ini mengesankan, rasa nano-nano: dingin, jengkel, kadang takut, dan .... bergembiara ria
Sabtu, akhir bulan
Dua minggu indekos. Uang menipis, malam minggu kelabu. Mau beli mie bakso nggak kesampaian. Wajah Mama tampak dalam bayangan. Ok! Mam, masakanmu terueeenaak di dunia, ternyata

Model 2
Singkawang, 22 November 2007, pk. 20.00
Malam ini aku benar-benar lelah, baik badan maupun pikiran. Badanku lelah karena seharian bekerja keras membantu korban tanak longsor di daerah ini, sedangkan pikiranku letih mengingat betapa pilunya hatiku melihat keadaan para korban.
Hari ini aku dan teman-teman harus menolong dua orang korban lagi yang baru ditemukan. Yang seorang bernama Dini, seorang gadis kecil yang selamat dari reruntuhan rumahnya, sedangkan yang seorang lagi seorang bapak yang patah kakinya karena tertimpa dahan ketika berlari menyelamatkan diri. Keadaan Dinilah yang benar-benar membuat hatiku trenyuh. Ia adalah gadis kecil yang tak berdaya, sementara kedua orang tuanya meninggal tertimbun tanah longsor. Sementara ini, ia kutitipkan pada Ibu Fatimah. Melihat kondisi Ibu Fatimah yang juga dalam keadaan sengsara, terpikir olehku untuk membawa Dini ke rumahku. Tetapi apakah mungkin? Nantilah kupikirkan lagi
Hari ini Andi banyak membantuku. Kulihat ia sangat kuat dan tak mengenal lelah. Menurut informasi dari Posko, masih ada sekitar enam orang yang belum ditemukan. Besok teman-teman masih akan membantu pencarian korban. Menurut pendapatku, lereng sebelah selatanlah yang harus diperhatikan sebab di sana rumah penduduknya lebih rapat. Akan tetapi, untuk soal ini Kak Amri tetap ngotot untuk menyusuri lereng utara. Ya, biarlah!

E. Menulis Catatan di Buku Harian
(Catatan: kegiatan pokok yang dipilih adalah kegiatan deduktif-induktif; teori dan praktik; teori-contoh-praktik menulis)

Kegiatan Penutup
(Catatan: Kegiatan penutup yang dipilih adalah kegiatan pengayaan. Kegiatan ini dilakukan secara terintegasi dengan kemampuan bersastra, yakni membaca novel dan cerpen; dan mengenali piranti kohesi melalui membaca cerpen)

F. Mengenali Unsur-Unsur Suatu Peristiwa dalam Novel Laskar Pelangi
(Dikutipkan Novel Laskar Pelangi hlm 256—268)

G. Mengenali Kepaduan Paragraf dalam Cerita Pendek Dermaga karya Lan Fang
Dermaga

Aku sedang berada di dermaga. Aku sangat suka dermaga. Dari pinggir dermaga, aku bisa melihat laut lepas dan langit luas. Menurutku, dermaga adalah sebuah tempat yang nyaman. Dermaga juga sebuah sandaran. Setelah jauh melaut, bukankah harus kembali? Dan dermaga adalah tempat melabuhkan semua penat.
Ini dermaga di ujung laut Gresik. Hanya sebuah dermaga sederhana yang ditata dari kayu. Laut sedang surut sehingga tepinya tampak seperti lumpur. Ada beberapa ketam kecil berlarian di atasnya. Perahu-perahu kayu sedang tertambat. Ada nelayan yang sedang menjahit jaring. Juga ada yang sekadar cangkruk menunggu waktu melaut.
Dermaga ini jauh berbeda dengan Dermaga Docklands di Melbourne yang pernah kukunjungi. Itu dermaga tempat merapat kapal-kapal motor. Laut dan langitnya tampak sangat biru. Di tepinya ada sebuah bar. Di sana kami pertama kali bertemu sekaligus berpisah tanpa kata-kata perpisahan.
Sebetulnya sebuah dermaga tidak terlalu perlu untuk diingat-ingat. Tepatnya, aku tidak perlu mengingat-ingat dia lagi. Bukankah kami sudah berpisah? Dan tidak ada yang perlu diingat dari perpisahan.
Tetapi dermaga selalu membuatku teringat kepadanya. Ia memiliki sepasang mata yang sangat kukagumi. Juga tak mungkin kulupakan. Sepasang mata indah yang teduh. Bening seperti pantulan cermin. Bagai langit yang becermin pada laut. Atau laut yang mengaca kepada langit. Entahlah. Itu tidak terlalu perlu bagiku. Karena aku melihat pantulan diriku di matanya.
Tetapi aku bukan sekadar menyukai matanya. Aku juga menyukai rambutnya yang berwarna seperti helai-helai jagung. Terlebih lagi bibirnya yang terlihat segar. Kupikir, itu bibir yang enak untuk dicium.
"Aku tidak merokok," jawabnya ketika hampir setengah hari kami bersama. Ia sama sekali tidak mengeluarkan sebatang rokok pun.
Pantas saja! Aku suprise sekali.
"Tapi aku suka nge-bir," sambungnya sambil tertawa. Tampak menarik sekali.
Sejak hari itu ia selalu mentraktirku minum sambil duduk-duduk di pelataran Dermaga Docklands. Ia pemilik Fish Bar. Sebuah bar yang tidak terlalu besar juga tidak terlalu kecil di tepian Dermaga Docklands. Ia meletakkan banyak kursi dan meja bulat di pelatarannya. Sehingga dari pelataran bisa mencium udara laut. Udara yang membuat dadaku terasa lapang ketika mengirupnya dalam-dalam.
Aku sudah seminggu di Melbourne. Kantorku sebuah perusahaan yang bergerak di bidang periklanan sedang membuat iklan untuk promosi sebuah biro perjalanan. Aku diberi waktu sebulan untuk memotret Australia. Dan kupilih Melbourne sebagai tempat tinggalku untuk sementara. Karena bagiku Melbourne tidak sesibuk Sydney.
Aku kerasan di sini. Aku sangat menikmati trotoar Melbourne yang lebar, rapi, dan bersih. Tidak banyak kendaraan lalu lalang dengan berisik, berdebu, dan semrawut. Mataharinya juga tidak seterik Surabaya. Sehingga aku lebih sering berjalan kaki bila hendak menjemput senja di Dermaga Docklands.
Awal perkenalanku dengannya sangat klise. Seperti adegan roman remaja saja. Sebagai pemilik Fish Bar sudah tentu ia harus ramah kepada pengunjung barnya. Memberikan senyum, menyapa, "Hallo, how are you?" dan "thank you" untuk segelas minuman yang kubayar. Tidak ada yang istimewa.
...................
Cerpen Lan Fang Dimuat di Jawa Pos 01/20/2008

Selasa, 22 September 2009

Pengembangan Model Bacaan Anak Berbasis Nilai-nilai Kearifan Lokal

Oleh:
Drs. Masnur Muslich, M.Si
Jurusan Sastra Indonesia Fakultas Sastra Universitas Negeri Malang


Prawacana
Pemunculan topik ini dipicu oleh kenyataan bahwa bacaan anak yang saat ini beredar didominasi oleh bacaan terjemahaan baik berupa novel maupun komik yang bersumber dari budaya asing. Buku-buku komik Crayon Shinchan, Yu Gi Oh!, Detektif Conan Special, New Kung Fu Boy, Samurai Deeper Kyo, Naruto, Baby Love, Gals, atau Cerita Spesial Doraemon selalu menjadi pilihan untuk dibeli anak. Selain buku komik Jepang tersebut, seri terjemahan dari Walt Disney juga menguasai pasaran. Merebaklah tuduhan bahwa bacaan-bacaan tersebut telah memelintir anak-anak bangsa hingga hanya memiliki segelintir nilai-nilai universal yang canggung dan kehilangan akar budayanya patut direnungkan. Di mana buku bacaan anak karya pengarang dalam negeri yang bersumber dari akar budaya sendiri yang menarik anak? Pada sisi lain, informasi dan acara yang ditayangkan media televisi lebih mengarah ke ”etika informasi bebas’ sehingga masyarakat (khususnya anak-anak) selalu disuguhi adegan kekerasan, perampokan, tabrak lari, pornografi, dan sebagainya yang pada dasarnya kurang mencerminkan, bahkan berseberangan dengan, nilai-nilai budaya bangsa dan kearifan lokal yang selama ini dianut oleh masyarakat Indonesia.
Untuk menganntisipasinya, anak perlu diberikan sarana bacaan yang sesuai dengan nilai-nilai yang selama ini dianutnya, yaitu nilai-nilai kearifan lokal yang berkembang di lingkungannya. Ke depan, apabila nilai-nilai lokal tersebut tertanam pada diri anak, akan tercipta apresiasi yang tinggi terhadap kearifan lokal, yang sekaligus dapat membentengi pengaruh budaya global yang berseberangan dengan budaya lokal. Upaya ini didasari oleh asumsi bahwa (1) buku mencerminkan dan menyeberangkan ide, impresi, sikap, dan citra tertentu, (2) bacaan anak (baca:sastra anak) mengomunikasikan informasi, sikap, nilai yang disetujui orang-orang dewasa lewat penulisannya, (3) citra dan nilai dalam bacaan anak membentuk konsep mengenai perilaku budaya tertentu.
Untuk memenuhi tujuan ini, penulis tengah mengadakan penelitian tentang pengembangan model bacaan anak berbasis kearifan lokal. Penelitian ini diharapkan memperoleh seperangkat panduan penyusunan bacaan berbasis kearifan lokal yang cocok bagi anak dan seperangkat bacaan anak yang mewakili nilai-nilai kearifan lokal. Dengan menggunakan desain penelitian kualitatif dan desain penelitian pengembangan, hasil penelitian ini diharapkan memiliki implikasi praktis dan teoretis. Hasil yang berupa panduan penyusunan bacaan yang dihasilkan penelitian ini dapat dipakai sebagai panduan penyusunan buku bacaan yang berorientasi pada kearifan lokal bagi penulis buku bacaan anak. Prototipe model bacaan yang dihasilkan penelitian ini dapat dipakai sebagai bahan acuan bagi siapa saja (khususnya penulis buku bacaan anak) ketika bermaksud menyusun buku bacaan yang berorientasi pada kearifan lokal. Buku bacaan yang dihasilkan penelitian ini pun dapat dipakai sebagai alternatif bahan pembelajaran terkait dengan nilai-nilai kearifan lokal yang berkembang di masyarakat oleh guru mata pelajaran PKn, IPS, atau Agama.

Buku Bacaan Anak sebagai Kebutuhan
Pertumbuhan dan perkembangan anak dikatakan sempurna apabila sehat fisik dan mental. Untuk memenuhi sehat fisik diperlukan makanan yang bergizi pada menu makanan sehari-hari. Sementara itu, untuk memenuhi sehat mental pun diperlukan “makanan yang bergizi” pula. Tetapi, fenomena yang saat ini terjadi di tengah-tengah masyarakat kita, mental anak sering disuguhi “makanan yang kurang bergizi’ bahkan sering disuguhi “racun”. Perilaku kekerasan, pencurian, kasus korupsi, pornografi yang jelas-jelas tidak bernilai pendidikan dan kemanusiaan selalu diberitakan media masa dan menjadi santapan mental anak setiap saat. Buku-buku bacaan yang menarik bagi anak pun kurang bahkan tidak mencerminkan budaya mereka. Lihat saja, ada berapa ribu jilid buku bacaan anak terjemahan dari budaya asing yang dikerubuti anak di setiap toko buku dan laris manis. Bahkan, banyak anak kita yang sudah kecanduan buku-buku bacaan berseri hasil terjemahan dari penulis asing. Padahal, idealnya, mental dan pikiran anak dalam keseharian mesti disuguhi “makanan bergizi”. Dalam konteks ini adalah buku bacaan yang bernilai pendidikan dan kemanusiaan yang diangkat dari budaya sendiri yang penuh nilai-nilai kearifan.
Pada sisi lain, kebiasaan membaca, sebagai salah satu kegiatan positif, perlu ditumbuhkembangkan sejak usia dini khususnya dalam dunia pendidikan. Meningkatkan budaya baca anak sebagai strategi pendidikan merupakan tugas kita semua: pemerintah, pemerhati budaya, guru, akademisi, penulis cerita, orang tua, masyarakat. Strategi ini bukanlah pekerjaan yang mudah karena kondisi masyarakat kita belum menjadikan membaca sebagai budaya. Padahal, budaya baca merupakan salah satu indikator kemajuan bangsa.
Hambatan untuk menumbuhkembangkan minat baca pada anak begitu besar. Di rumah, acara-acara televisi dan permainan video game telah membuat anak semakin menjauhi buku-buku yang mestinya dibaca. Lingkungan tempat tinggal anak pun belum mendukung agar anak gemar membaca. Kebiasaan atau budaya-baca di lingkungan anak belum menjadi bagian dari hidupnya.
Di sekolah, upaya atau program gemar membaca masih sebatas slogan-slogan di perpustakaan. Guru pun boleh dikatakan belum menjadi panutan untuk menumbuhkan minat-baca pada anak. Guru masih sebatas menyuruh anak-anak agar gemar membaca sedangkan guru sendiri belum menjadikan dirinya sebagai contoh (baca: model) sosok yang gemar membaca. Guru belum banyak berbuat untuk meningkatkan aktivitas membaca pada dirinya, dengan berbagai alasan pembenar yang dicari-cari. Padahal, karier seorang guru mesti diawali dengan aktivitas membaca sebelum melangkah ke aktivitas lain.
Dalam rangka meningkatkan minat baca anak, penyediaan buku bacaan sastra anak dipandang sebagai cara yang paling tepat. Mengapa demikian? Sastra dipercaya mempunyai pengaruh yang signifikan dalam perkembangan anak. Ia memberi kenikmatan, mengembangkan imajinasi, memberi pengalaman baru, memberi pengertian atas kebiasaan manusia, dan memperkenalkan keuniversalan pengalaman (Huck, 1993). Bahkan, pendidikan melalui sastra memainkan peran penting dalam membentuk citra budaya yantertentu (Toha-Sarumpaet, Tanpa Tahun). Falcon (1986) menekankan bahwa buku adalah elemen penting dari ‘the industry of culture’ sekaligus elemen normatif dalam pengenalan budaya. Menyadari peran yang dimainkan sastra dalam membentuk dan memperkenalkan budaya, dan mengetahui bahwa informasi dan citra yang “stereotypic” dan karikatural serta tidak akurat mengenai kelompok-kelompok budaya sangatlah berbahaya bagi anak-anak yang sedang bertumbuh (Lloyd, 1981), perlu disadari oleh semua pihak dengan cara menyediakan buku bacaan anak yang mendukung citra dan nilai budaya yang positif dalam segala aspek. Dalam kasus ini, penyediaan buku bacaan anak berbasis kearifan lokallah sebagai salah satu pilihannya.

Kondisi Sastra Anak Indonesia
Sebagai salah satu bentuk karya sastra, wujud pertama sastra anak dapat dilihat dari bahannya, yaitu bahasa. Dalam pemakaian bahasa, sastra anak tidak mengandalkan satu bentuk keindahan sebagaimana laiknya karya sastra. Yang paling penting untuk ditonjolkan dalam sastra anak adalah fungsi yang hadir bersamanya, yaitu aspek pragmatis. Namun, karena berpatok kaku pada tataran ini. banyak karya sastra anak Indonesia yang terjebak dalam tema yang itu-itu saja, kurang bahkan tidak berkembang. Hal yang sangat menampak adalah penonjolan unsur didaktis yang kuat sehingga menimbulkan kesan menggurui dan melemahkan cerita.
Di Indonesia, pemerhati sastra anak masih dapat dihitung dengan jari. Sastra anak seolah terpinggirkan, jarang peneliti sastra yang memperhatikannya. Hanya segelintir orang saja yang getol berbicara tentang sastra anak, katakanlah Murti Bunanta, Sugihastuti, Riris K. Toha-Sarumpaet, dan Christantiowati. Mereka inilah yang menelorkan literatur tentang sastra anak, walaupun dalam periode awal, tulisan tersebut adalah hasil olahan dari skripsi. Literatur tersebut antara lain: (1) Bacaan Anak-Anak: Suatu Penyelidikan Pendahuluan ke dalam Hakikat Sifat dan Corak Bacaan Anak-Anak Serta Minat Anak Pada Bacaannya (Jakarta: UI, 1975) karya Riris K. Toha Sarumpaet, (2) Bacaan Anak Tempo Doeloe: Kajian Pendahuluan Periode 1908-1945 (Balai Pustaka, 1996) karya Christantiowati, (3) Serba-Serbi Cerita Anak (Pustaka Pelajar, 1996) karya Sugihastuti, (4) Petunjuk Praktis Mengarang Cerita Anak-Anak (Balai Pustaka, 1991) oleh Wimanjaya K. Liotohe. Sementara literatur yang paling belakang muncul (5) Cerita Anak Kontemporer (Nuansa, 1999) oleh Trimansyah, dan (6) Problematika Penulisan Cerita Rakyat untuk Anak Indonesia (Balai Pustaka, 1998) oleh Murti Bunanta.
Pembaca pemula (baca: anak usia dini) di Indonesia pada umumnya mengenal bacaan melalui majalah anak-anak seperti Bobo, Bocil, Mentari, buku-buku cerita bergambar (picture book) terjemahan Gramedia dan Elex Media, juga buku-buku bernuansa Islami dari Mizan. Buku cerita bergambar ini banyak mengajarkan anak berbagai ragam tema dan persoalan. Sejak usia dini anak dikenalkan nilai-nilai pluralisme, penyesuaian diri, lingkungan hidup, etika, kontrol diri, kerjasama, berbagi, persahabatan, toleransi, cinta kasih, rasa takut, dan sebagainya. Setelah itu, disusul oleh bacaan komik-komik Jepang yang begitu banyak ragam judul dan temanya.
Pada periode berikutnya, ketika di sekolah, mereka baru mengenal buku-buku cerita rakyat Indonesia yang menjadi salah satu basis dari genre sastra anak. Buku cerita rakyat di sekolah biasanya dikoleksi melalui program pemerintah. Itupun tidak banyak. Dari koleksi buku sekolah yang ada, hanya puluhan saja yang merupakan cerita rakyat. Judulnya pun berkisar cerita rakyat yang sudah populer, misalnya Timun Mas, Malin Kundang, Bawang Merah Bawang Putih, Cindelaras, Sangkuriang, Lutung Kasarung, atau Joko Kendil.
Sastra Anak Indonesia bisa dikatakan tersubordinasi oleh bacaan terjemahan. Anak-anak kita menjadi tamu di negeri sendiri. Kenyataannya memang demikian. Penerbit lebih memilih karya terjemahan dengan alasan ekonomis. Lihat saja, Seri Pustaka Kecil Disney yang terbit 29 judul (al: Cinderella, Putri Aurora, Putri Salju dan 7 Orang Kerdil), 8 judul Seri Petualanganmu yang Pertama, (antara lain: Burung Hantu Kecil Meninggalkan Sarang, Kelinci Kecil Bermain dengan Adik, Ulang Tahun Babi Kecil) oleh Marcia Leonard, 12 judul Seri Boneka Binatang (antara lain: Bello Naik balon Udara, Bello Mendapat Sahabat, Bello Punya Kapal Selam) oleh Tony Wolf, 6 judul Seri Jennings oleh Anthony A. Buckeridge, 3 judul Seri Adikku yang Nakal oleh Dorothy Edwards.
Seri-seri detektif juga mewarnai karya terjemahan, misalnya Seri Klub Detektif karya Wolfgang Ecke, Seri Enstein Andersen oleh Seymore Simon, dan Seri Klub Ilmuwan Edan karya Bertrand R. Brinley. Namun ada juga cerita-cerita lucu, seperti 15 judul Seri The Baby Sitter Club karya Ann. M. Martin. Satu lagi, Ratu Tukang Cerita, Enid Blyton, yang telah mengarang lebih dari 700 judul buku yang diterjemahkan dalam 129 bahasa. Karya terjemahan Enid Blyton bertebaran di Indonesia, tidak kurang dari 28 judul Seri Mini Noddy (al: Belajar Jam Bersama Noddy, Belajar Berhitung Bersama Noddy, Belajar Berbelanja Bersama Noddy), 21 judul Seri Lima Sekawan yang juga telah difilmkan, 6 judul Seri Komplotan, 6 judul Seri Kembar, 3 judul Seri Sirkus, 6 judul Seri Mallory Towers, dan 3 judul Seri Gadis Badung.
Begitulah, karya-karya terjemahan tersebut telah menenggelamkan karya-karya sastra anak lokal yang tidak dapat muncul di permukaan. Kebanyakan hanya menghuni rak-rak perpustakaan sekolah karena memang sebagian besar merupakan hasil subsidi pemerintah melalui program Inpres dan DAK. Dibanding dengan karya terjemahan yang terbit, kualitas fisik karya lokal tersebut memang jauh di bawah. Karya-karya terjemahan muncul dengan tampilan gambar, warna, dan kertas yang menawan.
Kemandegan sastra anak lokal juga diperparah oleh tidak adanya program-program sastra di sekolah dan di perpustakaan yang membicarakan buku lokal, kecuali untuk buku-buku sastra remaja dan dewasa karya pengarang muda yang cepat sekali mendapat apresiasi dan terjual puluhan ribu kopi, katakanlah Dewi Lestari, Ayu Utami, dan Habiburrahman El Shirazi. Bahkan, siapapun orangnya, posisi pengarang bacaan anak tidaklah menarik untuk dikupas. Hal ini menampak ketika para selebritis menulis buku untuk anak, seperti Soraya Haque, Marisa Haque, Vinny Alvionita, Gito Rollies, Dwiki Dharmawan, dan Monica Oemardi. Bandingkan dengan buku anak karangan Madonna yang mutunya biasa saja tetapi gemanya sudah ke mana-mana. Jika demikian, semakin lemahlah orang-orang yang benar-benar intens di jalur ini, seperti pengarang muda Donny Kurniawan dan Eko Wardhana yang karya-karyanya cukup menjanjikan.
Memang ada pengarang sastra anak yang cukup beruntung di periode terkini, yaitu Murti Bunanta yang karya dwi bahasanya Si Bungsu Katak (Balai Pustaka, 1998) mendapat penghargaan internasional, The Janusz Korczak International Literary Prize Honorary Award dari Polandia. Juga karya Legenda Pohon Beringin (KPBA, 2001) yang mendapat hadiah utama Octogones 2002 for Reflets d’Imaginaire d’Ailleurs. Bukan cuma itu. Sebuah buku ceritanya, Kancil dan Kura-kura (KPBA, 2001) yang mengadaptasi cerita dari Kalimantan Barat, telah diterjemahkan dalam bahasa Jepang dan dipanggungkan di sana oleh sebuah grup teater anak profesional selama satu tahun. Murti Bunanta juga diminta oleh penerbit Amerika (Westport, Library Unlimited Inc.) untuk menuliskan buku cerita rakyat Indonesia yang kemudian terbit tahun 2003 dengan judul Indonesian Folktales. Kini, dia menggagas dan menerbitkan buku-buku kecil untuk anak dan pembaca yang mulai belajar bahasa Indonesia. Buku-buku tersebut kemudian diketahui laku dibeli oleh 52 perpustakaan di Singapura dan rencananya juga akan dapat dibeli di Australia.
Tantangan pengarang sastra anak Indonesia dewasa ini menjadi demikian berat karena tidak saja melawan sesama pengarang buku anak di dunia, tetapi juga melawan daya tarik media elektronik dan kemajuan teknologi yang pesat. Sebuah Perpustakaan Digital Anak-Anak Internasional (International Children’s Digital Library) telah hadir di Library of Congress (Amerika) yang telah mencatat 275 buku koleksi yang dipilih dari buku-buku terbaik di dunia yang dapat diakses cuma-cuma melalui jaringan internet. Diperkirakan tahun ini akan mencapai 10.000 buku dalam lebih dari 100 bahasa. Karya-karya yang dikoleksi meliputi buku action, petualangan, dongeng, cerita pendek, dan drama. Namun, yang paling merisaukan adalah adanya usaha mengambil alih cerita rakyat Indonesia oleh pengarang Barat. Contoh nyata terjadi pada cerita-cerita asal Bali yang kemudian ditulis oleh Ann Martin Bowler dengan ilustrator I Gusti Made Sukanada yang berjudul Gecko’s Complain, juga Balinese Children Favorite Stories yang ditulis oleh Victor Mason dengan ilustrator Trina Bohan-Tyrie.
Untuk mengantisipasi kondisi tersebut, para pengarang cerita anak kita harus cepat bertindak menggali potensi cerita yang banyak bertebaran di bumi Indonesia. Patut diacungi jempol bagi Kelompok Pencinta Bacaan Anak yang telah menerbitkan berbagai buku cerita rakyat, antara lain Suwidak Loro, Si Kancil dan Kura-Kura, Kancil dan Raja Hutan, Si Kecil, Si Bungsu Katak, dan Senggutru dengan sampul hard cover dan dwibahasa. Cerita-ceritanya pun dapat disederhanakan dan didongengkan di kelas untuk anak usia dini.

Kearifan Lokal sebagai Basis Buku Bacaan Anak
Istilah “kearifan lokal” atau local wisdom mempunyai arti yang sangat mendalam dan menjadi suatu kosakata yang sedang familiar di telinga kita akhir-akhir ini. Banyak ungkapan dan perilaku yang bermuatan nilai luhur, penuh kearifan, muncul di komunitas lokal sebagai upaya dalam menyikapi permasalahan kehidupan yang dapat dipastikan akan dialami oleh masyarakat tersebut. Hal ini muncul ke permukaan karena tidak adanya solusi global yang dapat membantu memberikan jawaban terhadap segala kejadian yang ada di sekitar lingkungan tempat tinggal mereka. Premis-premis umum yang selama ini menjadi standar bersama dalam membedah dan "mengobati" setiap penyakit yang timbul sudah tidak lagi menjangkau permasalahan yang mengemuka di komunitas lokal. Masyarakat yang menghuni di suatu tempat tertentu sudah dapat menyelesaikan permasalahannya dengan solusi yang penuh kearifan tanpa harus memakai standar yang berlaku secara umum.
Di sisi lain, komunitas lokal (local community) menjawab tantangan kehidupan ini dengan kearifan dan kebijaksanaan yang dimilikinya. Kearifan atau kebijaksanaan (wisdom) tersebut muncul bisa jadi karena pengalaman yang selama ini terjadi telah menjadikannya sebagai jawaban dan solusi terhadap masalah yang sedang dihadapinya. Faktor keterlibatan para pendahulu, nenek moyang, yang mewariskan tradisi tersebut kepada generasi berikutnya menjadi sangat penting bagi terjaganya kearifan tersebut. Dalam perkembangannya, bisa jadi kearifan yang timbul antarkomunitas lokal itu berbeda dengan yang lainnya, tanpa menghilangkan subtansi yang dimiliki dari nilai kearifan tersebut, yaitu berfungsi sebagai solusi terhadap masalah yang ada di sekitanya. Sehingga, dalam beberapa hal akan memungkinkan timbulnya kearifan yang beraneka ragam dari komunitas lokal tersebut, walau dengan objek permasalahan yang sama.
Sebagai misal, orang Jawa yang tinggal di daerah pegunungan atau pedesaan akan berbeda kearifannya dengan orang Jawa yang tinggal di perkotaan ketika sama-sama melihat permasalahan mereka di dalam memenuhi kebutuhan hidupnya. Orang Jawa pegunungan atau pedesaan akan mempunyai kecenderungan menjadi seorang petani yang tangguh lagi ulet dalam menghadapi tuntutan kehidupan dan lingkungan. Faktor alam juga menjadi penopang bagi diri orang Jawa gunung-pedesaan untuk menjadi seorang petani dari pada menjadi seorang pedagang atau bekerja di pabrik dan industri. Lain halnya dengan orang Jawa yang tinggal dan hidup di daerah perkotaan. Ia akan mempunyai kearifan lain yang menuntun dirinya sebagai seorang pedagang atau sebagai karyawan yang bekerja di perusahaan swasta atau bekerja sebagai pejabat di instansi pemerintahan dari pada bekerja sebagai seorang petani.
Berdasarkan gambaran tersebut dapat didefinisikan bahwa kearifan lokal adalah pandangan hidup dan berbagai strategi kehidupan yang berwujud aktivitas yang dilakukan oleh masyarakat lokal dalam menjawab berbagai masalah dalam pemenuhan kebutuhan mereka. Dalam bahasa asing sering juga dikonsepsikan sebagai “kebijakan setempat” (local wisdom), “pengetahuan setempat” (local knowledge), atau “kecerdasan setempat” (local genious). Sistem pemenuhan kebutuhan mereka meliputi seluruh unsur kehidupan: agama, ilmu pengetahuan, ekonomi, teknologi, organisasi sosial, bahasa dan komunikasi, serta kesenian. Mereka mempunyai pemahaman, program, kegiatan, pelaksanaan terkait untuk mempertahankan, memperbaiki, mengembangkan unsur kebutuhan mereka itu, dengan memperhatikan ekosistem (flora,fauna dan mineral) serta sumberdaya manusia yang terdapat pada warga mereka sendiri.
Dalam upaya pemertahanan nilai-nilai kearifan lokal ini, masyarakat setempat mengemasnya dalam bentuk “pendidikan tidak langsung” berupa cerita rakyat, legenda, anekdot, kesenian rakyat. Lewat berbagai kemasan ini diharapkan akan terjadi “warisan” kearifan lokal pada generasi penerusnya. Warisan yang diyakini mengandung nilai-nilai kearifan inilah yang perlu dimanfaatkan sebagai basis bacaan anak. Dengan cara demikian, diharapkan akan tertanam norma-norma budaya sendiri pada diri anak, yang secara potensial (langsung atau tidak langsung) akan berpengaruh dalam perilaku hidupnya.

Penulisan Cerita Anak Berbasis Kearifal Lokal“Buku cerita bukan pengganti kehidupan tetapi dapat memperkaya kehidupan.” Demikian ungkapan May Hill Arbuthnot dalam bukunya Children of Books. Peneliti bacaan anak ini mengatakan bahwa ketika kehidupan terkonsentrasi pada kenyataan sehari-hari, buku justru mampu mempertinggi kepekaan. Buku bacaan dapat membantu membebaskan diri dari kesulitan dengan memberi wawasan baru, memberi kesempatan beristirahat dan kesegaran yang kita butuhkan, menjadi sumber informasi yang menyenangkan, dan disukai bagi orang yang tahu manfaatnya.
“Buku bacaan untuk anak secara alamiah adalah buku yang disukainya,” kata Arbuthnot. “Secara psikologis anak selalu mencari-cari untuk keseimbangan yang sulit antara kebahagiaan pribadi dan persetujuan sosial. Dan, ini tidak mudah baginya.” Namun, bacaan dapat membantu anak secara langsung maupun tidak langsung. Yang penting diketahui oleh para penulis dan ilustrator cerita untuk anak adalah kebutuhan-kebutuhan yang ingin dicapai oleh anak. Antara lain, rasa aman, penyaluran emosi yang menyebabkan anak suka dengan cerita-cerita menyentuh perasaan, ingin lebih pandai karena anak suka berpikir, keberhasilan atau prestasi untuk pertumbuhan moral, permainan dan perubahan sebagai pemenuhan daya imajinasi dan fantasi, keindahan atau seni, bimbingan dan kasih sayang.
Rampan (2003:89-94) mengatakan bahwa buku cerita anak adalah buku cerita yang sederhana tetapi kompleks. Kesederhanaan itu ditandai oleh syarat wacananya yang baku dan berkualitas tinggi, namun tidak ruwet sehingga komunikatif. Di samping itu, pengalihan pola pikir orang dewasa kepada dunia anak-anak dan keberadaan jiwa dan sifat anak-anak menjadikan syarat cerita anak-anak yang digemari. Dengan kata lain, cerita anak-anak harus berbicara tentang kehidupan anak-anak dengan segala aspek yang berada dan memengaruhi mereka.
Pada sisi lain, kekompleksan cerita anak ditandai oleh strukturnya yang tidak berbeda dari struktur fiksi pada umumnya. Dengan demikian, organisasi cerita anak-anak harus ditopang sejumlah pilar yang menjadi landasan terbinanya sebuah bangunan cerita. Sebuah cerita akar, menjadi menarik jika semua elemen kisah dibina secara seimbang di dalam struktur yang isi-mengisi sehingga tidak ada bagian yang terasa kurang atau terasa berlebihan. (Badingkan dengan Toha_Sarumpaet, 2003: 111-121).
Secara sederhana, sebuah cerita sebenarnya dimulai dari tema. Rancang bangun cerita yang dikehendaki pengarang harus dilandasi amanat, yaitu pesan moral yang ingin disampaikan kepada pembaca. Namun, amanat ini harus dijalin secara menarik sehingga anak-anak tidak merasa membaca wejangan moral atau khotbah agama. Pembaca dihadapkan pada sebuah cerita yang menarik dan menghibur sehingga dari bacaan itu anak-anak dapat membangun pengertian dan menarik kesimpulan tentang pesan apa yang hendak disampaikan pengarang. Umumnya, tema yang dinyatakan secara terbuka dan gamblang tidak akan menarik minat pembaca.
Pilar kedua adalah tokoh. Secara umum, tokoh dapat dibagi dua, yaitu tokoh utama (protagonis) dan tokoh lawan (antagonis). Tokoh utama ini biasanya disertai tokoh-tokoh sampingan yang umumnya ikut serta dan menjadi bagian kesatuan cerita. Sebagai tokoh bulat, tokoh utama ini mendapat porsi paling istimewa jika dibandingkan dengan tokoh-tokoh sampingan. Kondisi fisik maupun karakternya digambarkan secara lengkap. Di samping itu, sering pula dihadirkan tokoh datar, yaitu tokoh yang ditampilkan secara satu sisi (baik atau jahat) sehingga dapat melahirkan tanggapan memuja ataupun membenci dari para pembaca. Penokohan seharusnya memperlihatkan perkembangan karakter tokoh. Peristiwa-peristiwa yang terbina dan dilema yang muncul di dalam alur harus mampu membawa perubahan dan perkembangan pada tokoh hingga lahir identifikasi pembaca pada tokoh yang muncul sebagai hero atau sebagai antagonis yang dibenci.
Pilar ketiga adalah latar. Peristiwa-peristiwa di dalam cerita dapat dibangun dengan menarik jika penempatan latar waktu dan latar tempatnya dilakukan secara tepat. Karena latar berhubungan dengan tokoh dan tokoh berkaitan erat dengan karakter. Bangunan latar yang baik menunjukkan bahwa cerita tertentu tidak dapat dipindahkan ke kawasan lain karena latarnya tidak dapat dipindahkan ke kawasan lain karena latarnya tidak menunjang tokoh dan peristiwa-peristiwa khas yang hanya terjadi di suatu latar tertentu saja. Dengan kata lain, latar menunjukkan keunikan tersendiri dalam rangkaian kisah sehingga mampu membangun tokoh-tokoh spesifik dengan sifat-sifat tertentu yang hanya ada pada kawasan tertentu itu. Dengan demikian, tampaklah bahwa latar memperkuat tokoh dan menghidupkan peristiwa-peristiwa yang dibina di dalam alur, menjadikan cerita spesifik dan unik.
Pilar keempat adalah alur. Alur menuntut kemampuan utama pengarang untuk menarik minat pembaca. Dengan sederhana alur dapat dikatakan sebagai rentetan peristiwa yang terjadi di dalam cerita. Alur dapat dibina secara lurus, di mana cerita dibangun secara kronologis. Peristiwa demi peristiwa berkaitan langsung satu sama lain sampai cerita berakhir. Alur juga dapat dibangun secara episodik, di mana cerita diikat oleh episode-episode tertentu, setiap episodenya ditemukan gawatan, klimaks, dan leraian. Khususnya pada cerita-cerita panjang, alur episodik ini dapat memberi pikatan karena keingintahuan pembaca makin dipertinggi oleh hal-hal misterius yang mungkin terjadi pada bab selanjutnya. Alur juga dapat dibangun dengan sorot balik atau alur maju (foreshadowing). Sorot balik adalah paparan informasi atau peristiwa yang terjadi di masa lampau, dikisahkan kembali dalam situasi masa kini, sementara "foreshadowing" merupakan wujud ancang-ancang untuk menerima peristiwa-peristiwa tertentu yang akan terjadi.
Sebuah cerita tidak mungkin menarik tanpa peristiwa dan konflik. Peristiwa-peristiwa yang terjadi menimbulkan konflik tertentu, seperti konflik pada diri sendiri (person-against-self); konflik tokoh dengan orang lain (person-against-person); dan konflik antara tokoh dan masyarakat (person-against-society). Dengan alur yang pas karena peristiwa-peristiwa yang sinkronis dengan konflik umumnya meyakinkan pembaca anak-anak dan hal itulah yang membawa mereka senang, takut, sedih, marah, dan sebagainya. Dengan bantuan bahasa yang memikat, anak-anak merasa senang untuk terus membaca.
Pilar kelima adalah gaya. Di samping pilar-pilar lainnya, gaya menentukan keberhasilan sebuah cerita. Secara tradisional dikatakan bahwa keberhasilan sebuah cerita bukan pada apa yang dikatakan, tetapi bagaimana mengatakannya. Kalimat-kalimat yang enak dibaca; ungkapan-ungkapan yang baru dan hidup; suspense yang menyimpan kerahasiaan; pemecahan persoalan yang rumit, namun penuh tantangan, pengalaman-pengalaman baru yang bernuansa kemanusiaan, dan sebagainya merupakan muatan gaya yang membuat pembaca terpesona. Di samping sebagai tanda seorang pengarang, gaya tertentu mampu menyedot perhatian pembaca untuk terus membaca. Bersama elemen lainnya seperti penggunaan sudut pandang yang tepat, pembukaan dan penutup yang memberi kesan tertentu, gaya adalah salah satu kunci yang menentukan berhasil atau gagalnya sebuah cerita.
Pilar keenam adalah ilustrasi. Ilustrasu adalah gambaran visual yang menjadi bagian yang tak terpisahkan dari cerita. Oleh karena itu, ilustrasi yang baik akan dapat mendorong anak untuk tertarik membaca cerita dan dapat mempercepat keutuhan pemahaman anak atas isi cerita. Terkait dengan itu, ilustrasi cerita hendaknya disajikan secara ekspresif, imajinatif fantastis, dan dapat memperkaya wawasan anak.

Pascawacana
Poko-pokok pemikiran tersebut kiranya dapat menyadarkan kita bahwa nilai-nilai kearifan lokal yang ditanamkan nenek moyang kita lewat kemasan cerita rakyat, legenda, anekdot, kesenian rakyat dapat kita berdayakan dalam bentuk bacaan anak. Lewat bacaan berbasis kearifan lokal ini diharapkan anak dapat memetik norma-norma yang berpijak pada budaya sendiri, yang langsung atau tidak langsung akan berimbas pada kehidupannya.
Agara pemikiran ini tidak hanya sebatas wacana, menjadi tugas kita semua (pemerintah, pemerhati budaya, guru, akademisi, penulis cerita, orang tua, masyarakat) untuk segera melakukan tindakan nyata sesuai dengan kemampuan dan kapasitas kita masing-masing. Dengan cara demikian, dampak arus global yang dapat memorak-porandakan tatanan nilai-nilai kearifan yang selama ini kita yakini kebenarannya akan dapat terbendung.

Pustaka Acuan
Brodart Foundation. 1979. Elementary School Library Collection: A Guide to Books and Other Media. Various Editions. Newark, NJ.: Bro-dart Foundation.
Budd, R. W., R. K. Thorp, dan L. Donohew. 1967. ContentAnalysis of Communications. New York: Macmillan.
Falcon, L. Nieves. 1986. “Children’s Books as a Liberating Force.” Dalam Interracial Books for Children Bulletin, Vol. 7, No. 1, hal. 4-6.
Forsdale, Louis. November 1955. “Helping Students Observe Processes of Communication.” dalam Teacher’s College Record 57.
Good, C. V. dan Douglas E. Scates. 1954. Method of Research: Educational, Psychological, Sociological. New York: Appleton.
Gunawan, Tuti. 2007. Makalah dalam seminar "Tahap Perkembangan Anak dan Mengenal Cara Belajar Anak".
Hadits, Fawzia Aswin. 2003. "Psikologi Perkembangan Anak Usia Sekolah Dasar" dalam Teknik Menulis Cerita Anak. Yogyakarta: Pink Books, Pusbuk, dan Taman Melati.
Huck, Charlotte S., 1993. Children’s Literature in the Elementary School. Fifth Edition. Forth Worth, TX: Harcourt Brace.
Lloyd, Marcus. 1981. The Treatment of Minorities in Secondary School Textbooks. New York: Anti-Defamation League of B’nai B’rith.
Pratt, David. 1972. How to Find and Measure Bias in Textbooks. Englewood Cliffs: Educational Technology Publication.
Rampan, Korrie Layun. 2003. Dasar-Dasar Penulisan Cerita Anak. Yogyakarta: Pink Books, Pusbuk, dan Taman Melati Halaman : 89 -- 94
Titik W.S. 2003. "Menulis" dalam Teknik Menulis Cerita Anak. Yogyakarta: Pink Books, Pusbuk, dan Taman Melati.
Toha-Sarumpaet, Riris K. Tanpa Tahun. “Sastra dan Pemahaman Budaya.” Makalah untuk diskusi Program Studi Ilmu Susastra, Depok: Program Pascasarjana, Universitas Indonesia.
____________. 2003. “Struktur Bacaan Anak” dalam Teknik Menulis Cerita Anak. Yogyakarta: Pink Books, Pusbuk, dan Taman Melati.
Wilson, H. W. 1960-1980. Children’s Catalog. Various Editions. New York: H. W. Wilson.